Risiko menjadi istri pelaut bukan tidak dipahami Nami. Sejak menikah sembilan tahun lalu, ia siap ditinggal suaminya pergi berlayar. Beruntung teknologi sudah maju, ia dapat selalu berkomunikasi dengan suaminya lewat telepon seluler. "Kalau kangen bisa langsung telepon," kata guru SMA swasta itu, Selasa lalu.
Hubungan mereka bukan tanpa masalah. Nami mengakui dirinya suka cemburu. Menurut Nami, kecemburuan itu wajar karena ia selalu ditinggal jauh suami. Ia enggan menceritakan kejadian-kejadian yang bikin ia cemburu. "Selalu saja ada, namanya juga ditinggal jauh," katanya. Karena itu, mereka rajin berkomunikasi lewat telepon seluler meski hanya saling berkirim pesan. "Tapi tetap kurang memuaskan," katanya.
Konsultan keluarga, Roslina Verawati atau biasa disapa Vera, menyebut kualitas komunikasi dan pertemuan dengan pasangan, khususnya suami-istri, menjadi kunci. Dengan komunikasi ini, antara suami dan istri dapat saling memahami pasangan. Karena waktu berjalan dan hidup berubah. "Semua orang pasti berubah dan selama perubahan itu, perlu komunikasi agar tidak ada yang hilang," katanya.
Saat istri sering ditinggal suami atau sebaliknya, katanya, bisa timbul hubungan yang tidak menyenangkan. Salah satunya, hubungan mereka akan menjadi hambar. Ini akibat dari kebutuhan emosi yang tidak terpenuhi. Bila kebutuhan emosi ini tidak terpenuhi, pasangan akan mudah marah dan rentan terjadi konflik. "Getar-getar cinta bisa hilang," kata pengarang buku keluarga berjudul Love Cold itu.
Toleransi waktu untuk suami atau istri ditinggalkan adalah tiga bulan. Ia menilai, bila pasangan ditinggalkan hingga setengah tahun atau lebih, masuk kategori riskan. Karena itu, pola komunikasi yang dibangun harus lebih spesifik. Meski untuk beberapa kasus, sudah terbangun kepercayaan yang tinggi bila sering ditinggal pergi. "Komunikasi yang dibangun harus eksklusif," katanya.
Baca juga:
Makna komunikasi eksklusif ini adalah membangun komunikasi intim. Komunikasi intim ini bisa terjadi ketika bertemu langsung atau saling bertelepon. Tema yang dibicarakan haruslah tentang kabar keduanya. Jangan membicarakan yang lain, seperti kerabat, orang tua, dan kondisi rumah. "Bahkan jangan bicarakan tentang anak dulu," katanya.
Percakapan ini penting untuk membangun hubungan yang dalam. Vera mencontohkan, percakapan harus diisi dengan membicarakan kondisi diri masing-masing, sehingga membuat pasangan tahu apa yang kita rasakan. Jika ini dilakukan, hubungan dapat terjaga kedalamannya. "Jika tidak, komunikasi yang terbangun hanya hubungan basa-basi," katanya.
Ketika komunikasi sudah rusak, kata Vera, sulit memperbaikinya. Konflik baik kecil maupun besar, pasti akan sering terjadi. Kedua-duanya menjadi sama-sama sensitif. Tidak ada lagi rasa saling menghargai. "Perkara sepele saja bisa jadi perkelahian hebat," katanya.
Saat itulah getar-getar cinta mulai berkurang. Kondisi ini bisa dimanfaatkan orang lain, pihak ketiga. Orang ketiga ini, bila datang pada saat yang tepat dan berkomunikasi secara reguler, akan muncul cinta yang baru. Maka terjadilah perselingkuhan. "Saat ini terjadi, biasanya anak yang jadi korban," kata Vera.
l Mustafa Silalahi
TIP
Agar yang Jauh Terasa Dekat
1. Usahakan intensif membina komunikasi.
2. Saat berkomunikasi, lakukan dengan eksklusif. Cerita tentang berdua, jangan yang lain.
3. Bila berdiskusi, lakukan dengan mendalam.
4. Pastikan ada kejutan dalam berbagai kesempatan. Meski bentuknya kecil-kecilan.
5. Pahami kebutuhan pasangan.
6. Bila ada kesempatan bertemu, lakukan kontak fisik secara langsung.
7. Komunikasi harus berasal dari keduanya, jangan hanya sepihak.
8. Kembali ciptakan visi dan misi bersama. Buat kesepahaman tentang alasan suami atau istri harus bekerja di tempat yang jauh.
9. Ciptakan bahasa-bahasa romantis. Misalnya sering mengucapkan "aku sayang kamu," atau slogan-slogan eksklusif untuk berdua.