TEMPO Interaktif, Makassar - Puluhan penonton terpukau oleh aksi panggung 20 peraga busana di atas catwalk Main Hall Mal Graha Tata Cemerlang (GTC), Makassar. Hilir mudik dengan berbagai busana kebaya pengantin, kebaya kontemporer, gaun malam, hingga busana muslim modern hasil rancangan tujuh perancang busana Kota Anging Mammiri.
Aksi peragawati ini merupakan pembukaan Pameran Kerajinan Tenun Celebes. Ketujuh perancang busana itu banyak menggunakan warna-warna alam, ciri khas Makassar, Bugis, Mandar, dan Toraja, seperti merah marun, cokelat tembaga, hijau, merah, serta kuning. Pemilihan motif gambar khas tiap etnis Sulawesi Selatan menjadi pola rancangan mereka.
erancang kebaya pengantin Siti Roslia banyak menggunakan motif cora' lebba, khas etnis Makassar-Gowa. "Cora' lebba merupakan motif gambar berbentuk lebar kotak-kotak," kata Siti Rosalia. Ketua Asosiasi Perancang dan Pengusaha Mode Indonesia Sulawesi Selatan ini menjelaskan, banyak gambar etnik Celebes yang harus dimanfaatkan sebagai bentuk perkenalan kepada dunia.
Perancang Fitriadhy dan Muhammad Alie mendesain busana gaya bertumpuk-tumpuk serta lipat-lipat pada tiap bagian busana rancangannya. Dua bersaudara ini banyak mengeksplorasi motif tenun ikat dari etnis Bugis Sengkang sebagai bahan dasar rancangannya.
Selain sutra Sengkang, kedua perancang itu menggunakan sutra Cina sebagai ornamen sayap. "Agar dapat berkibar-kibar," kata Fitriadhy. Adapun Haida Quartina Nasution, perancang lainnya, mengambil motif gambar lontara, perahu pinisi, dan cora' lebba pada desain gaun panjang.
Ketua Asosiasi Perajin dan Pengusaha Tenun Sutra Sengkang Muhammad Kurnia Syam menyebutkan, perajin sutra tenun Sulawesi Selatan sudah menciptakan puluhan motif gambar sutra serta batik Celebes. Perajin di Kabupaten Wajo menggabungkan motif Sengkang pada setiap kain produksinya. "Perajin Wajo mampu memproduksi 2 juta meter kain per tahun dengan berbagai motif," dia menuturkan.
Di Sengkang, motif tenunan etnis Bugis di antaranya cobo, lawa soji, logo-logo, cinde, Baloreni, dan semangki. "Pada suku Bugis, namanya lobang, bentuknya tidak jauh berbeda dengan cora' lebba," kata anggota Dewan Pengawas Koperasi Sutra Sengkang ini.
orak tekstil etnis Celebes hampir menyesuaikan ikon suku tersebut. Bentuk corak ciptaan dari bentuk motif ukiran dan simbol budaya nenek moyang setiap daerah diaplikasikan pada produk tekstil. Hingga kini gambar tiap etnis sulit diidentifikasi berdasarkan nama, asal, dan penciptanya. "Motif merupakan aplikasi simbol budaya etnis zaman dulu yang diaplikasikan dalam kain," kata bapak berusia 42 tahun itu.
Tana Toraja dengan rumah tongkonan. Di Toraja dikenal kombinasi tiga motif, yakni ne 'limbongan, pa 'bulu londong, dan pa 'kapu baka. Ketiganya sering digunakan untuk ukuran dalam pesta orang meninggal.
Bulukumba dikenal sebagai pembuat perahu pinisi. Perahu pinisi Bulukumba memunculkan motif gambar pinisi. Makassar dengan Benteng Fort Rotterdam memunculkan motif gambar asal Bugis-Makassar. Sedangkan suku Mandar lebih banyak menggunakan bentuk kotak-kotak kecil dan motif bunga manggis serta pucuk rebung.
Kurnia Syam pernah meneliti corak gambar tenun sutra di Celebes. Para perajin tak tahu pasti nama corak tersebut. Ia memberi nama corak umum Sulawesi Selatan dengan nama Celebese, terdiri atas gambar aksara lontara, padi, anjong bola, atau motif ukuran pada atap rumah Bugis-Makassar.
Semua motif tradisional daerah itu memunculkan keindahan perpaduan gaya modern dan tradisional pada pakaian. Para perancang berusaha mengeksplorasi seni tradisional pada kain dan busana. Hasilnya adalah sejumlah pakaian yang dipamerkan di GTC.
ABD AZIS