TEMPO Interaktif, Beijing - Orientasi seks kepada sesama (homoseks), disinyalir dipengaruhi kadar hormone serotonin di otak. Para ilmuwan di Peking University dan National Institute of Biological Sciences di Beijing menemukan kaitan hormon dan preferensi seksual ini pada mamalia tikus.
Hormon serotonin berperan mengatur perilaku seksual, seperti ereksi, ejakulasi dan orgasme, baik pada tikus dan maupun pada pria. Ahli saraf Yi dari Rao Peking University dan National Institute of Biological Sciences di Beijing bersama timnya menunjukkan bahwa serotonin juga mendasari keputusan pria memilih wanita atau sesama pria.
Rao dan timnya merekayasa genetika tikus jantan yang kurang baik produksi serotoninnya atau merekaya zat protein yang berpengaruh pada produksi serotonin dalam otak. Kedua jenis tikus diubah tidak bisa membuat serotonin.
Penelitian yang dipublikasikan di jurnal Nature edisi 24 Maret ini menyebut, tikus yang kekurangan serotonin menunjukkan kecenderungan seksual tidak tertarik pada tikus betina dan lebih menerima tikus jantan. Tikus tikus itu juga tidak suka bau kelamin betina.
Sebaliknya, mereka lebih suka tikus jantan dan memunculkan suara suara yang menunjukkan birahi. Tikus jantan biasanya memunculkan suara suara ini saat bertemu tikus betina untuk membuat mereka lebih terbuka untuk dikawini. Sedangkan yang memiliki serotonin cukup, lebih tertarik pada tikus betina.
”Hampir setengah dari tikus yang kekurangan serotonin lebih memilik jantan sebelum betina dan sekitar 60 persen lebih banyak menciumi bau tikus jantan daripada betina,” kata dia.
Ketika peneliti menyuntikkan senyawa ke dalam tikus untuk mengembalikan tingkat serotonin seperti biasanya, tikus-tikus itu kembali lebih tertarik pada tikus betina dari pada tikus jantan. Tapi serotonin yang berlebih justru mengurangi ketertarikan betina dan jantan. ”Ini menunjukkan jumlah serotonin harus mengendap dalam waktu tertentu untuk membantu perkembangan heteroseksual,’ ujarnya.
Namun, Rao melanjutkan, apakah kadar serotonin memiliki pengaruh seksual yang sama pada hewan lain, masih belum diketahui.
Salah satu penulis laporan itu, ilmuwan syaraf Zhou-Feng Chen dari Washington University, memperingatkan agar jangan tergesa dan main pukul rata kaitan hormon ini pada orientasi seksual manusia.
Elaine Hull, seorang ahli dalam perilaku seksual pada hewan pengerat dari Florida State University mengatakan, temuan ini mungkin memiliki implikasi untuk homoseksualitas atau perilaku biseksual pada manusia. ”Ini dapat membantu untuk memandu perkembangan seksual (manusia),” kata Hull, yang tak terlibat dalam penelitian.
Namun, ia sepakat dengan Chen, agar tak menafsirkan hasil penelitian ini tergesa gesa.
”Perlu lebih banyak informasi sebelum menyimpulkan serotonin merupakan faktor yang menghambat ketertarikan seksual pria," kata dia.
Livescience | Nur Rochmi