TEMPO Interaktif, Bandung -Terapi obat terbukti lebih cepat menenangkan pengidap autisme. Bersamaan dengan terapi perilaku, perubahan itu bisa tampak dalam 2-3 bulan. "Berkembang jauh lebih baik daripada tanpa obat," ujar dokter spesialis anak dan konsultan anak di Bandung, Purboyo Solek, Kamis, 31 Maret 2011.
Menurut Purboyo, terapi obat adalah perkembangan baru untuk penanganan pasien dengan autisme. Di beberapa negara, penggunaan obat memang telah dilakukan 3-4 tahun lalu. Namun cara itu masih dipandang sebelah mata karena belum begitu meyakinkan. "Dulu utamanya terapi perilaku," katanya. Sekarang, terapi farmakologi semakin mantap diterapkan, berbarengan dengan terapi perilaku bagi pasien autisme.
Klinis atau gejala autisme diantaranya tampak dari perilaku seseorang yang dilakukan berulang-ulang. Misalnya setiap hari ia berjalan jinjit, menggoyangkan badan, mengepakkan tangan, melihat jari tangan sendiri, memiringkan kepala, atau memutar badan. Pada usia dini, perilaku seperti itu bisa terlihat pada bayi yang umumnya berusia 1,5 hingga 2 tahun. "Itu dasar kelainannya karena neurotransmiter atau gangguan zat kimia antar saraf atau serotonin, ini bisa diatur oleh obat," ujarnya.
Di Jepang, kata Purboyo, penanganan pasien autisme dengan obat berkembang lebih maju. Pasiennya sendiri, ujar dokter anak di RS Hasan Sadikin, Bandung, dan RS Santosa itu, menjadi lebih tenang dan sangat berkurang perilaku anehnya. "Kontak matanya jadi lebih bagus," katanya.
Obat terapi yang berbentuk cairan dan kapsul itu hasil impor dan tidak dijual bebas. Penggunaannya harus dengan resep dokter dan diminum setiap hari. Jangka waktu pemakaian obatnya dibatasi hingga 2 tahun. "Karena kondisi pasien semakin baik walau tidak bisa sembuh dan kemampuannya untuk memikirkan hal yang nyata tetap susah," ujarnya.
Dokter spesialis anak dari RS Santosa Bandung Kristiantini Dewi mengatakan, penyebab autisme berdasarkan teori terkini akibat keturunan atau genetis. Pada banyak kasus temuan dini, gejala autis mirip dengan sindrom asperger. "Tidak ada atau minim interaksi, susah bicara, dan tak paham instruksi, " katanya.
Tapi setelah lewat usia 2 atau 3 tahun dengan terapi bicara, penderita sindrom asperger bisa berkomunikasi dan interaksike lingkungannya membaik. Perkembangannya lebih baik dari anak dengan autisme.
ANWAR SISWADI