TEMPO Interaktif, Jakarta -Ingat tokoh kartun Peterpan, si bocah kecil yang melawan Kapten Hook. Peterpan si tokoh yang tetap jadi anak kecil. Rupanya fenomena Peterpan ini bukan hanya fantasi. Cukup banyak ditemui di sekeliling kita dan bisa diatasi.
Tak jarang kita menemukan orang-orang mungil setinggi anak TK atau SD. Bentuk fisik, wajah, suaranya juga sama seumuran itu. Tubuhnya mulai dari kepala, tangan, dan kakinya cukup proporsional dan terlihat normal. Tetapi jika dilihat lebih detail, postur tubuh dan usianya tidak sesuai. Mereka sejatinya sudah dewasa tetapi seperti tak berkembang. Inilah yang dikenal dengan fenomena Si Peterpan atau si mini ini.
Kelainan ini disebut Hipogonadotropin hipogonadism. Hal ini disebabkan oleh gangguan hormon di otak yakni di hipotalamus dan hipofise. Akibatnya hormon pertumbuhan dan hormon seksual terhambat dan menyebabkan hambatan tanda-tanda seksual sekunder. Biasanya hal ini lebih karena bawaan bayi karena gangguan hormon. Orang tua sebaiknya mendeteksi dan memantau pertumbuhan buah hatinya.
"Hormon pertumbuhan dan hormon gonad (seksual) si Mini ini terhambat sehingga dia tidak akan tumbuh seperti orang dewasa," ujar Dr Dr Aditya Suryansyah SpA dari RSAB Harapan Kita yang ditemui beberpa waktu lalu pada peluncuran buku Panik Saat Puber? Say No!!di Pasific Place, Sudirman, Jakarta.
Si Mini ini juga tidak akan bisa mengalami tanda-tanda pubertas. Meski tumbuh dewasa secara mental, tetapi badannya tetap badan anak-anak. "Seperti Peterpan yang abadi jadi anak-anak," ujarnya.
Untuk mengatasi kelainan ini, bisa diatasi dengan terapi hormon. Dia menyarankan terapi ini dilakukan sebelum memasuki usia pubertas. Dia menyampaikan untuk perempuan jangan sampai melebihi umur 15 tahun dan 16 tahun untuk anak laki-laki. Untuk terapi hormon ini dilakukan sesuai kebutuhan batas optimal yang diperkirakan.
Menurut Aditya jika terapi dilakukan melewati batas usia tersebut, tidak akan terlalu berhasil. Karena tulang sudah menutup dan tidak bisa tumbuh tinggi lagi. DIAN YULIASTUTI