Profesor Andrew Hill, Kepala Departemen Unit Akademik Ilmu Perilaku dan Kejiwaan di Universitas Leeds Inggris, menjelaskan ada beberapa faktor yang memengaruhi pilihan makanan manusia itu.
Dari segi faktor evolusi, menurutnya, pada masa prasejarah, bagian otak manusia opiods dan dopamie bereaksi saat seseorang mengonsumsi makanan berkalori tinggi. Bagian otak itu bereaksi saat tubuh mendapatkan manfaat dari kalori sehingga memerintahkannya untuk mendapatkan kalori lagi sebagai bentuk mekanisme bertahan hidup.
"Otak kita diprogram untuk menikmati makanan berlemak dan manis. Otak memerintahkan tubuh untuk mencarinya," kata Andrew seperti ditulis lamam The Daily Mail, Minggu, 1 Mei 2011.
Mekanisme tubuh itu masih terjadi pada manusia sekarang ini walaupun kebutuhan nutrisi sudah berkurang dibandingkan pada masa prasejarah.
Faktor lain yang menyebabkan kita ingin makanan berlemak dan manis adalah tingkat stres. Saat stres, tubuh memproduksi hormon cortisol. Horman ini berfungsi untuk meningkatkan kadar gula dalam darah yang digunakan sebagai sumber energi bagi sel tubuh. Hormon itu juga menekan sistem kekebalan tubuh dan menekan metabolisme asam pada lemak, protein, dan karbohidrat. Hormon itu juga menghentikan pelepasan leptin dan insulin yang dapat meningkatkan rasa lapar.
Itulah sebabnya mengapa saat stres, tubuh mudah merasa lapar dan mencari makanan berkalori tinggi seperti kue dan makanan manis lain.
Faktor lain yang memengaruhi adalah mood atau suasana hati. Pola keinginan makan terbentuk sejak anak-anak ketika orang tua memberikan permen sebagai hadiah perilaku yang baik. Makanan manis bisa meredakan rasa sakit.
Pada saat kita mengonsumsi makanan manis, otak mengeluarkan kimia yang mendorong rasa euforia. Jadi, tak mengejutkan sebagian besar orang senang makanan manis.
DAILY MAIL | AQIDA