Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Adaptasi Si Kecil di Sekolah Baru  

image-gnews
ANTARA/M Risyal Hidayat
ANTARA/M Risyal Hidayat
Iklan

TEMPO Interaktif, Makassar - Maryani, 31 tahun, sibuk memilih perlengkapan sekolah anaknya, Shifatul Jannah. Anak pertamanya itu sebentar lagi akan masuk sekolah dasar. Ibu dua anak ini tak ingin kebutuhan sekolah Shifa terbengkalai. Tak terkecuali dengan persiapan mental anaknya di sekolah yang baru nanti. Tapi, Maryani menganggap hal itu bukan masalah. "Dia sudah terbiasa waktu di taman kanak-kanak," katanya.

Menurut Psikolog Widyastuti, anak-anak yang pernah menjalani pendidikan di taman kanak-kanak tidak akan kesulitan memasuki lingkungan baru di sekolah tingkat selanjutnya. "Yang paling rentan itu tahap pertama, seperti masuk playgroup atau taman kanak-kanak," katanya.

Menjelang hari pertama masuk sekolah, biasanya sikap anak berubah. Ada yang menyambutnya dengan keriangan, tapi ada juga rewel. Sebab, anak akan melakukan berbagai aktivitas di luar rumah dan bersosialisasi dengan orang lain tanpa didampingi ibunya. Hal itu terkadang membuat anak merasa tidak aman. "Memperkenalkan lingkungan sekolah terlebih dulu adalah kunci utamanya," kata Widyastuti.

Orang tua, kata Widyastuti, harus ikut berperan agar si anak tidak merasa tertekan, seperti membawa anak ke sekolah, mengenalkan setiap ruangan kelas, dan mengenalkan pengajar di sekolah tersebut. Orang tua juga perlu menjelaskan hal-hal yang akan dilakukan sang buah hati di sekolah nanti. Oleh karena itu, orang tua juga perlu melakukan riset di sekolah yang akan dimasuki anaknya.

"Tapi, keputusan tetap ada pada anak untuk bersekolah di situ atau tidak," ujarnya. Jika anak merasa tidak nyaman dan memberikan respons penolakan, lebih baik tidak memaksanya dan mencari sekolah yang lain. Tapi, hal ini bisa dihindari jika orang tua pandai mempromosikan sekolah tersebut. "Sehingga tidak terkesan karena ambisi orang tua, tapi karena sekolah tersebut memang bagus."

Menurut Widyastuti, mengenalkan lingkungan sekolah merupakan hal yang paling efektif untuk mencegah anak mengatakan "I hate school". Ibu dari Rean, Renny Sukaesi Kamase, berhasil melewati masa tersebut dengan cara mengajak Rean mengenal sekolah dan para guru. Ia pun menjelaskan kepada anak sulungnya itu tentang hal yang harus dilakukan saat masuk ke playgroup TK Amaliah, enam bulan lalu.

"Semua anak akan masuk kelas, meletakkan tasnya di tempatnya masing-masing, lalu guru akan menjelaskan pelajaran, seperti membaca, berhitung, dan bernyanyi," kata Renny saat memberikan gambaran kepada Rean. Alhasil, Renny hanya menemani anaknya ke sekolah selama seminggu. "Selanjutnya, Rean sudah bisa mandiri."

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Selain itu, peran guru juga tak kalah penting. Menurut Widya, sekalipun anak sudah disiapkan sejak dini, tapi gurunya terkesan menakutkan, bisa dipastikan anak tak akan betah di sekolah. "Guru harus mengetahui betul kebutuhan, sifat anak, dan memahami bahwa setiap anak tak bisa disamakan," katanya.

Hal ini juga selalu ditanamkan kepada guru-guru TK Amaliah. Rini Widodo, Kepala Sekolah TK tersebut, selalu mengajak guru melakukan pendekatan dengan cinta. "Mengajak mereka dengan kata-kata yang baik, menggunakan bahasa Allah. Dengan begitu, mereka akan merasa tenang dan lama-kelamaan akan terbiasa," katanya.

Tak boleh ada unsur paksaan dari guru ataupun orang tua. Prinsipnya, kata Rini, anak senang belajar dan tidak merasa ketakutan. Caranya, orang tua mempersiapkan segalanya sebelum masuk sekolah dan tetap mendampinginya setiap pulang dari sekolah. Selain itu, orang tua harus membantunya mengulang pelajaran ataupun mendengarkan setiap cerita yang ingin disampaikan sang buah hati.

KAMILIA

Persiapan bagi Orang Tua:
1. jangan pernah ragu melepas anak untuk sekolah,
2. hilangkan perasaan tidak tega hanya karena anak menunjukkan wajah takut dan memelas,
3. tanamkan dan tunjukkan ketegaran dan kesiapan berpisah sesaat,
4. hindari sikap dan karakter anak seperti 'anak mami',
5. jauhkan perasaan bahwa anak akan diabaikan atau tidak dihiraukan,
6. biarkan anak menjadi mandiri secara sosial,
7. jangan terlalu lama menunggu anak di sekolah, maksimal sebulan, dan
8. biarkan pihak sekolah yang menangani apa yang terjadi pada anak selama mereka berada di sekolah.

KAMILIA | BERBAGAI SUMBER

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Komnas Anak: Kuesioner Kelamin Langgar Privasi

9 September 2013

Seorang siswa SMPN 2 Tangerang bersedih saat pesantren kilat di Masjid Raya Al-Azhom, Tangerang, Banten, (22/7). Pesantren selama 4 hari di bulan Ramadan ini untuk menambah ilmu agama bagi sejumlah siswa-siswi. TEMPO/Marifka Wahyu Hidayat
Komnas Anak: Kuesioner Kelamin Langgar Privasi

Dia mempertanyakan manfaat survei berisi grafik ukuran kelamin laki-laki dan perempuan itu.


Kuesioner Bagian dari Periksa Kesehatan Reproduksi  

7 September 2013

Ilustrasi kesehatan/Berobat/Dokter/Perawat. triarc.co.za
Kuesioner Bagian dari Periksa Kesehatan Reproduksi  

Kuesioner gambar alat kelamin menjadi bagian pemeriksaan kesehatan untuk siswa SMP dan SMA terkait kesehatan reproduksi. Uji coba berlanjut tahun ini.


Kemenkes: Kuesioner Gambar Alat Vital Program UKS

7 September 2013

freepicturesweb.com
Kemenkes: Kuesioner Gambar Alat Vital Program UKS

Kuesioner yang memuat alat vital program UKS kerja sama empat kementerian.


Kuesioner Ukuran Kelamin Siswa Ditarik di Sabang

6 September 2013

Siswa beberapa sekolah di Aceh menyanyikan lagu Jepang, Omoiyari (belas kasih sayang) dalam peringatan dua tahun tsunami di Jepang, di SMP 1 Pekan Bada, Aceh Besar, Senin (11/3). TEMPO/Adi Warsidi
Kuesioner Ukuran Kelamin Siswa Ditarik di Sabang

Kuesioner bergambar kelamin yang sempat beredar di SMP Negeri 1 Sabang telah ditarik oleh pihak puskesmas dan Dinas Kesehatan Kota Sabang.


Kuesioner Ukur Alat Kelamin Siswa Salah Kaprah  

6 September 2013

imperfectwomen.com
Kuesioner Ukur Alat Kelamin Siswa Salah Kaprah  

Perbedaan interpretasi timbul lantaran kurangnya pemahaman dinas kesehatan di beberapa daerah tentang kesehatan reproduksi.


KPAI Minta Kuisioner Ukur Kelamin Siswa Ditarik  

6 September 2013

Ilustrasi Pengukuran Payudara. Shutterstock
KPAI Minta Kuisioner Ukur Kelamin Siswa Ditarik  

Gambar, foto, atau sketsa organ kelamin tanpa penjelasan memadai dianggap bisa mengarah kepada pornografi.


Kuisioner Kelamin di Aceh Disorot Media Asing

6 September 2013

freepicturesweb.com
Kuisioner Kelamin di Aceh Disorot Media Asing

AFP, Straitstimes Singapura, The Standar Hong Kong menulis soal kuisioner yang mencantumkan gambar alat kelamin.


Kuisioner Gambar Kelamin di Aceh Sesuai Program

5 September 2013

imperfectwomen.com
Kuisioner Gambar Kelamin di Aceh Sesuai Program

Seharusnya kuesioner gambar kelamin tidak dibagi dan tidak boleh dibawa pulang karena bersifat rahasia.


Ukur Kelamin Siswa, Sekolah Tuding Dinas Kesehatan  

5 September 2013

Ilustrasi
Ukur Kelamin Siswa, Sekolah Tuding Dinas Kesehatan  

SMP Negeri 1 Sabang merasa tercoreng dan kecewa dengan pihak dinas kesehatan. 'Lembaran itu dibagikan oleh petugas puskesmas dan dinas kesehatan.'


Data Ukuran Kelamin Siswa Akan Direkap Dinkes

4 September 2013

freepicturesweb.com
Data Ukuran Kelamin Siswa Akan Direkap Dinkes

Dinas Kesehatan Kota Sabang mengatakan data tersebut digunakan untuk mengetahui kondisi kesehatan reproduksi remaja di Kota Sabang.