TEMPO.CO, Jakarta - Hani Pujiastuti, 38 tahun, eksekutif muda di sebuah perusahaan media, selalu menekankan disiplin dalam dirinya soal keuangan. Saat masih merintis kariernya, Hani yang hingga kini menjadi tulang punggung keluarga sudah berpikir panjang untuk menyisihkan sebagian gajinya untuk diinvestasikan. Maka, ia menyerahkan sebagian kecil gaji kepada ibunya. Oleh ibunya, gaji Hani dibelikan emas sedikit demi sedikit.
“Saya sendiri tidak sadar, ternyata emas yang dikumpulkan ibu saya sedikit demi sedikit ini menjadi penolong keuangan saya kelak, terutama di saat saya sedang membutuhkan uang,” kata Hani saat diwawancarai di kantornya, di Jakarta.
Baca Juga:
Selain menyisihkan gaji, Hani punya prinsip pengolaan keuangan yang agak berbeda daripada orang lain. Di mana beberapa orang lebih mengutamakan pembayaran utang, terutama kartu kredit, Hani malah memilih memprioritaskan pembayaran kartu kredit di akhir perhitungan, setelah semua kebutuhan dan rekening koran terpenuhi.
“Karena bila dibayar di awal dan diutamakan pelunasannya, kartu kredit malah membuat saya tidak disiplin,” kata Hani. “Sebab yang sudah dibayarkan itu membuat limit kartu kredit saya cepat kembali, dan mendorong saya untuk semakin konsumtif dan kembali menggunakannya,” Hani menambahkan.
Para pekerja lajang yang uang gajinya seolah menguap setiap bulan tanpa terasa biasa kita dengar. Tak jelas uang tersebut tersedot untuk makan di luar, jalan-jalan, atau sekadar kongko dengan teman-teman sehingga urusan masa depan, misalnya persiapan pensiun atau tabungan hari tua, kerap terabaikan.
Menurut konsultan perencana keuangan, Aidil Akbar Madjid, hal terpenting dalam mengalokasikan gaji atau penghasilan bagi para lajang adalah penentuan tujuan keuangan. Dalam tujuan keuangan, para lajang dituntut untuk pandai memprioritaskan dan mendayagunakan penghasilan berdasarkan urutan tertentu.
Aidil menjelaskan pada urutan pertama yang menjadi prioritas alokasi keuangan adalah pelunasan utang. Bahkan, untuk berutang pun, Aidil memberi batasan yang tegas. “Jumlahnya tidak boleh lebih besar dari 30 persen gaji,” katanya, saat dihubungi Jumat pekan lalu.
Besaran utang tidak boleh lebih besar dari 30 persen gaji ini berlaku bagi para lajang dengan besaran gaji berapa pun. Sebab, kata Aidil, lajang biasanya tanpa sadar suka menghabiskan sebagian besar gaji mereka untuk kebutuhan yang bersifat tambahan. Dan ini menjadikan pengeluaran lebih besar daripada penghasilan. Hal itu terjadi tanpa disadari.
Kebutuhan inilah yang kemudian banyak menjadi utang dan sangat berpengaruh bagi neraca keuangan.
CHETA NILAWATY
Topik Terhangat:
Ujian Nasional | Bom Boston | Lion Air Jatuh | Preman Yogya | Prahara Demokrat
Berita Terpopuler:
Hari Bumi 2013: Pergantian Musim Google Doodle
Tersangka Bom Boston Ngetwit Setelah Ledakan
Menteri Keuangan Diberhentikan Saat Bertugas di AS
Erik Meijer Dinilai Tidak Pantas Jadi Direksi Garuda
Bom Boston Marathon Versi Pelajar Indonesia di AS