TEMPO.CO, Yogyakarta -Sri Lestari, 40 tahun berusaha keras untuk menaikkan kursi rodanya ke atas gerobak besi. Gerobak itulah merupakan kendaraan pribadinya. Gerobak itu dimodifikasi dengan motor roda dua sehingga bisa dikendarai Sri ke mana pun.
"Karena saya penyandang paraplegia. Jadi mengalami lumpuh dari pinggang ke bawah karena saraf tulang belakang putus," kata Sri saat ditemui di Indraloka Kafe di Sagan Yogyakarta, Selasa, 7 Mei 2013.
Kendaraan yang dimodifikasi di bengkel "Bangkit" Karina Keuskupan Agung Semarang (KAS) di Klaten itulah yang membuat Sri berdikari. Kendaraan itu bisa mengantarnya ke mana pun dia inginkan.
Termasuk mewujudkan rencana perjalanan panjangnya dari Monas, Jakarta menuju Ubud, Bali pada 9 Mei hingga 1 Juni 2013 mendatang. Perjalanan panjang yang akan didokumentasikan tersebut merupakan perjalanan panjang kali pertama yang dilakukan penyandang paraplegia dengan mengendarai motor. Sri akan menghadiri acara berbagi insipirasi di Ubud, Bali.
"Perjalanan ini untuk menginspirasi paraplegia lainnya, bahwa kami bisa mandiri," kata Sri.
Kehidupan perempuan asal Klaten itu berubah sejak dia mengalami kecelakaan motor 16 tahun lalu. Kelumpuhan yang dialaminya membuatnya hanya bisa beraktivitas di dalam rumah. Seperti membuat kristik.
"Sepuluh tahun saya di rumah saja. Kalau kemana-mana mengandalkan bantuan orang," kata Sri.
Dia masih mengingat, bagaimana keluarganya akan membantu untuk menggotong tubuhnya agar bisa berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Kedua kakinya pun harus diikat dengan tali saat diboncengkan saudaranya dengan menggunakan motor.
"Apalagi angkutan umum belum ramah untuk penyandang disabilitas, terutama paraplegia," kata Sri.
Hingga pada 2007, hidupnya berubah. Dia menerima kursi roda dari UCP Wheels for Humanity, yakni organisasi internasional yang mengadvokasi hak penyandang disabilitas di negara-negara berkembang. Tak hanya menerima bantuan, setelah mampu melakukan aktivitas, Sri pun tergugah hatinya untuk menjadi relawan kemanusiaan. Dia membantu sekolah anak tuna netra dan para korban gempa yang menjadi penyandang disabilitas.
Perkembangannya, Sri pun mampu memodifikasi sepeda motornya hingga berubah seperti saat ini. Sri pun menjadi anggota Tim Pelayanan di UCP Roda untuk Kemanusiaan yang berkerja di lapangan.
"Motor inilah yang menjadi titik balik hidup saya," kata Sri.
Perjalanan panjang yang dilakukan dengan motor ternyata bukan kali pertama dilakukan. Sebelumnya, Sri pernah mengendarai motor dari Yogyakarta menuju Malang. Dalam perjalanan Jakarta-Bali nanti, Sri akan didampingi adiknya, Kabul Santosa (38 tahun). Juga ada tim yang akan mengambil dokumentasi aktivitasnya selama perjalanan.
"Saya yang nyetir, adik saya yang saya bonceng," kata Sri.
Perbekalan dan persiapan telah dilakukan. Seperti melengkapi kendaraannya dengan peralatan bengkel. Sri pun hanya akan mengendarai motornya saat siang hari. Sedangkan malam hari, dia memilih istirahat. Termasuk perbekalannya sebagai paraplegia yang membutuhkan perbekalan khusus.
"Paraplegia itu tidak bisa merasakan saat buang air besar atau kecil. Jadi harus pakai pampers. Jadi kalau singgah di satu kota, saya manfaatkan untuk ganti (pampers)," kata Sri.
Dalam persinggahannya, Sri akan bertemu dengan pihak Dinas Sosial setempat, juga penyandang disabilitas lainnya, terutama paraplegia untuk memberikan motivasi.
PITO AGUSTIN RUDIANA
Topik Terhangat:
Pemilu Malaysia | Harga BBM | Susno Duadji | Ustad Jefry | Caleg
Berita Terpopuler:
Bos Perbudakan Buruh Panci Kirim Duit ke Polsek
Akun Vitalia Sesha Pamer Foto di Twitter
Korban Perbudakan Buruh Panci: Kami Diawasi Polisi
Sehari, Buruh Panci Wajib Cetak 200 Wajan
Vitalia Shesya, Teman Fathanah Ingin Jadi Penyanyi