TEMPO.CO, Jakarta- Oktober 2010. Bulan ini punya makna penting bagi upaya pemberantasan penyakit tuberkulosis di Indonesia. Sebab, saat itulah, untuk pertama kalinya kasus TB XDR (Extensively/Extremely Drug Resistant Tuberculosis) ditemukan di negeri ini. Bukan berarti sebelumnya kasus serupa tidak ada, namun laboratorium di Indonesia baru mampu memeriksa dan menegakkan diagnosis tuberkulosis superbandel tersebut mulai Juni 2010.
“Sebenarnya, TB XDR sudah lama ada, tapi tidak tercatat dan dilaporkan. Ya, karena laboratorium kita saat itu memang belum bisa memeriksa dan mendiagnosis,” kata Dyah Erti Mustikawati, Kepala Sub-Direktorat Tuberkulosis, Kementerian Kesehatan, saat ditemui Tempo di kantornya, Jalan Percetakan Negara, Jakarta, Kamis, 1 Agustus 2013. Diagnosis TB XDR dilakukan dengan pemeriksaan kultur dahak dan dilanjutkan dengan uji kepekaan obat.
Baca Juga:
Adanya kepastian temuan kasus TB XDR, maka Badan Kesehatan Dunia (WHO) memasukkan Indonesia ke dalam 69 negara yang memiliki kasus tuberkulosis yang kebal terhadap obat antituberkulosis lini kedua ini. Selain Indonesia, negara yang hingga akhir 2010 memiliki sedikitnya satu pasien TB XDR, antara lain, ada Australia, Jepang, India, Italia, Jerman dan Perancis.
TB XDR menyedot perhatian dunia sejak awal 2006. Saat itu, di Afrika Selatan, tercatat 52 dari 53 pasien tuberkulosis jenis ini, yang sekaligus positif mengidap virus perontok kekebalan tubuh (HIV), meninggal dalam waktu relatif singkat setelah didiagnosis. Dengan tingkat kematian yang tinggi tersebut, tak aneh jika pada Oktober 2006, WHO Global Task Force TB-XDR menyerukan tanggapan internasional tentang krisis TB jenis ini. WHO memperkirakan, muncul 25.000 kasus TB XDR saban tahun di seluruh penjuru dunia.
Menurut Dyah, pada 2010, ada 3 kasus baru yang positif TB XDR dan diobati di RS Persahabatan. Yang bikin miris, ada kecenderungan jumlah kasus yang ditemukan tiap tahun terus meningkat. Pada 2011 tercatat menjadi 8 orang, lalu bertambah menjadi 17 orang pada 2012, kemudian tahun ini dilaporkan ada 5 kasus yang sudah dikonfirmasikan positif XDR TB. “Hingga saat ini, total kami menangani 22 kasus TB XDR,” kata Dr Erlina Burhan, Ketua Kelompok Kerja Directly Observed Treatment, Short-course (DOTS) dan TB-MDR RS Persahabatan, saat ditemui pada kesempatan terpisah.
Catatan penting lain, menurut Dyah, bila pada 2010, kasus XDR TB hanya dilaporkan di Jakarta, pada tahun-tahun berikutnya kasus tersebut juga ditemukan di Makasar, Bandung, Medan, Malang dan Solo. Bahkan, pada 2012, angka XDR TB tertinggi dilaporkan oleh RS Hasan Sadikin Bandung, yakni 8 kasus.
Temuan di luar Jakarta ini seiring dengan adanya lima laboratorium yang bisa memeriksa kultur dahak dan uji kepekaan yang sudah mendapat sertifikasi penjaminan mutu dari Laboratorium Rujukan Supra Nasional, Institute of Medical & Veterinary Science (IMVS) Adelaide, Australia. Kelima laboratorium itu, menurut Erlina, adalah laboratorium mikrobiologi RS Persahabatan, laboratorium mikrobiologi FKUI, Balai Besar Laboratorium Kesehatan Surabaya, Balai Pengembangan Laboratorium Kesehatan Jawa Barat, dan Laboratorium Novartis Eijkman Hasanuddin Clinical Research Iniative (NEHCRI), RS Wahidin Sudirohusodo Makassar. Dalam waktu dekat, kata Dyah, akan ada tambahan 4-6 laboratorium yang sedang dalam proses sertifikasi.
Biaya pemeriksaan dan pengobatan TB XDR, Dyah melanjutkan, sangat mahal bila dibandingkan dengan pengobatan kasus TB MDR, apalagi jika dibandingkan dengan kasus TB biasa. Bila TB biasa biayanya sekitar Rp 2 juta, TB MDR sekitar Rp 110 juta, maka biaya untuk TB XDR mencapai kisaran Rp 160 juta. Apabila pasien TB XDR-nya termasuk yang kompleks, artinya sudah pernah diobati TB MDR sebelumnya, maka biaya bisa membengkak di atas Rp 230 juta.
“Biaya pengobatan pasien TB MDR/XDR saat ini masih ditanggung oleh program TB Nasional dengan sumber dana dari Dana Hibah Global Fund ATM komponen TB,” kata Dyah. Walhasil, pasien tidak dipungut biaya alias gratis. Itu sebabnya, jika sampai ogah berobat, ya, kebangetan!
Saat ini, tercatat ada 10 rumah sakit rujukan TB MDR/XDR di 9 Provinsi. Masing-masing adalah RS Persahabatan (DKI Jakarta), RS dr Soetomo, Surabaya, dan RS Syaiful Anwar, Malang (Jawa Timur), RS Moewardi, Solo (Jawa Tengah), RS Sardjito (DIY), RS Hasan Sadikin, Bandung (Jawa Barat), RS Sanglah (Bali), RS Labuang Baji, Makassar (Sulawesi Selatan), RS Adam Malik, Medan (Sumatera Utara), RSUD Jayapura (Papua). DWI WIYANA