TEMPO.CO, Malinau - Di siang yang terik dalam perjalanan menuju Kayan Mentarang pada Oktober lalu, tim Tempo (penulis Qaris Tajudin dan fotografer Aditya Noviansyah) tiba di Apau Ping, desa paling hulu di Sungai Bahau. Satu-satunya desa yang berada di dalam Taman Nasional Kayan Mentarang. Tak ada penginapan di desa dengan 60 rumah kayu ini, jadi kami harus menginap di rumah Kepala Desa Yusuf Apuy.
Dua jam setelah kedatangan kami, ruang tamu rumah Pak Yusuf penuh. Salah satu yang datang adalah Ding Njuk, 28 tahun. Badannya subur dan dia suka tersenyum. Di lengannya ada tato Playboy, oleh-oleh dari Malaysia saat ia bekerja di perusahaan kayu di sana. Ding bersedia mengantar kami menjelajahi hutan di Long Tua, dua hari kemudian. Besok, dia terlalu sibuk mengangkat kayu untuk memperbaiki rumah orang tuanya.
Pada hari kedua, seperti yang sudah direncanakan, kami berangkat menuju Long Tua memakai dua ketinting--perahu sepanjang 3 meter dengan mesin motor kecil. Selain Ding, kami ditemani oleh Dan Salo, Rodes Jan, dan Titus Lawing. Mereka adalah orang Kenyah, suku Dayak terbesar di Malinau. Kecuali Titus yang memiliki badan seperti Rambo. Ia bersuku Punan.
Sebelum sampai di Long Tua, kami berbelok ke anak Sungai Berau. Hanya perlu 15 menit untuk tiba di tempat yang damai. Sungai selebar 20 meter berada di bawah keteduhan pohon-pohon besar. Air mengalir tenang, hampir tanpa riak. Saat mesin tempel dimatikan, kami bahkan bisa mendengar daun-daun bergesekan.
Ding tak menunggu lama. Bersenjatakan panah ikan buatan sendiri, ia langsung menyelam. Satu menit, dua menit, dan hap! Pada menit ketiga ia mengacungkan anak panah yang menembus perut ikan sebesar paha. Ia beristirahat sebentar, lalu masuk lagi ke dalam air, berenang di antara akar-akar pohonan, dan... Ding kembali muncul dengan ikan yang menggelepar.
Saya berenang agak jauh, ke arah bebatuan yang menonjol karena air dangkal, untuk menikmati kesendirian barang sesaat. Sebuah jeram kecil ada di sana, airnya yang berlompatan mengkilat disorot matahari siang yang terang. (Baca Edisi Khusus Surga Wisata Indonesia)
TIM TEMPO | AMIRULLAH