TEMPO.CO, London - Pada umumnya seseorang memiliki insting yang buruk dalam menandai sebuah kebohongan. Namun, insting menjadi sebuah kebenaran dalam menilai sebuah kebohongan bila seseorang tidak mengabaikan petunjuk alam bawah sadarnya.
"Hal yang menarik perhatian kami mengenai alam bawah sadar adalah bahwa kemungkinan di situlah tempat alat detektor kebohongan bisa difungsikan," ujar Dr Leanne Ten Brinke dari University of California, Berkeley, seperti dikutip melalui situs BBC, Sabtu, 29 Maret 2014.
Menurut Brinke, bila kemampuan seseorang untuk mendeteksi kebohongan tidak disadari, maka seseorang tidak pernah dapat mendeteksi kebohongan, sekali pun dilakukan dengan berpikir keras. "Maka kami berpikir bahwa salah satu penjelasan yang masuk akal adalah alam bawah sadar," ujar Brinke.
Saat menemukan seseorang berbohong, sebagian orang akan bersandar pada beberapa petunjuk yang sudah dipercaya. Seperti adanya tanda menghindari tatapan seseorang atau terlihat gugup. Namun, para ilmuwan mengatakan tanda-tanda tersebut tidaklah akurat. Alasannya, orang hanya menampilkan 50 persen sikap asli mereka saat berbohong.
Psikolog dari University of California itu masih meragukan kebenaran tanda-tanda tersebut. Misalnya, pada primata seperti simpanse yang bisa mendeteksi penipuan dan teori evolusi mengungkapkan bahwa tanda-tanda yang biasa jadi patokan seseorang berbohong tersebut sebenarnya dalam rangka mempertahankan hidup dan mensukseskan reproduksi.
Dr Ten Brinke dan rekan-rekannya melakukan eksperimen untuk mengetes kemampuan alam bawah sadar dalam mendeteksi kebohongan. Eksperimen ini bertujuan untuk melihat apakah mereka bisa melakukannya lebih baik di alam sadar. Caranya, mereka memberikan 72 siswa video yang harus ditonton bercerita tentang seorang tersangka dalam sebuah kejahatan.
Sebagian tersangka di dalam video itu mencuri uang senilai US$ 100, sedangkan yang lain tidak. Namun, semuanya diminta untuk berpura-pura bahwa mereka tidak mencuri uang. Saat partisipan ditanya siapa yang mereka pikir berbohong dan siapa yang benar, mereka hanya bisa mendeteksi kebohongan sebanyak 43 persen.
Sedangkan yang mendeteksi kebenaran jumlahnya lebih banyak, yaitu 48 persen. Kemudian, para ilmuwan menggunakan kata-kata guna mengasosiasikan sebuah tugas yang bertujuan mengetes persepsi bawah sadar partisipan. Mereka diminta melihat gambar wajah dari para tersangka dan memilih kata-kata di benak mereka.
Ada kata-kata seperti kebohongan, ketidakjujuran atau kata lain seperti jujur dan valid. Perkiraaan mereka ternyata lebih baik. Mereka memberikan bukti yang berkaitan dengan intuisi di luar kesadaran mereka untuk mendeteksi kebohongan seseorang.
"Mungkin saja kita membuat keputusan berdasarkan kebiasaan harian, dengan siapa kita akan terus berinteraksi, sehingga kita memutuskan untuk berteman dengan seseorang, untuk terus berkencan dengan seseorang, tetapi tidak dengan yang lainnya. Kemungkinan keputusan ini dipicu oleh indra intuisi kita bahwa sebagian orang yang tidak kita pilih adalah mereka yang berbohong pada kita, " ujar Brinke.
BBC | ARBA IYAH SATRIANI
Berita Terpopuler
MH370 Terkuak Jika Kotak Hitam Tersambung Satelit
Ahok Curhat Soal Jokowi yang Fokus Berkampanye
Putin Ingin 'Hidupkan' Kembali Uni Soviet