TEMPO.CO, Jakarta - Ukuran penis menjadi salah satu kerisauan bagi pria modern. Ukuran penis sering dilekatkan pada kepuasan pasangan. Bahkan pelekatan ini sampai mengganggu mental kaum Adam.
Salah satu gangguan mental karena urusan rudal ini adalah penis dysmorphic disorder, yakni penyakit mental yang tak bisa berhenti memikirkan kelemahan tubuh mereka. Soal ukuran ini menguras pikirannya sepanjang waktu.
Menurut dokter khusus kesehatan pria asal India, Dr Vijayasarathi Ramanthan, penis tak jadi ukuran kepuasan pasangan. Letak kesalahan manusia pada umumnya adalah mereka lebih mudah mengakses film porno daripada pendidikan seks dan kesehatan.
Tampilan rudal yang besar tapi palsu dalam tontonan saru sering menjadi tolok ukur. "Besar-kecil penis tak masalah. Yang jadi masalah adalah ketika menjadikan film porno sebagai ukuran," ujarnya, Jumat, 25 April 2014. (Baca: Resleting Celana Jadi Penyebab Utama Cedera Penis)
Ukuran penis, kata Ramanthan, tak mencerminkan kenikmatan seksual. "Organ seks utama dalam tubuh bukanlah alat kelamin, tapi otak," ujarnya. Menurut dia, ukuran penis dan ereksi adalah dua hal berbeda.
Obat kuat, umumnya, dirancang untuk mempertahankan ereksi, bukan untuk membesarkan rudal. Pembesaran penis yang permanen hanya bisa dilakukan lewat prosedur operasi. (Baca: Tewas Gara-gara Perbesar Penis dengan Silikon)
Apakah mereka yang sudah operasi pembesaran penis ereksinya lebih lama dan kuat? Ternyata tidak. "Seusai operasi, justru banyak yang merasa ereksinya kurang tegak," ujarnya.
Hubungan seks, menurut Ramanthan, bukan sekadar penetrasi. Tangan, mulut, lidah, dan otak memainkan peran yang lebih penting di tempat tidur.
NUR ROCHMI | HEALTH.IDIA
Berita Lain:
Depresi Pada Pria Jika Menjadi Ayah
Teknologi Mengancam Keharmonisan Keluarga
Sindrom Supermom, Ketika Ibu Harus Sempurna
Jangan Paksa Balita Anda Makan Banyak
Ratusan Jarum Tertinggal di Lutut Wanita Korea