TEMPO.CO, Jakarta - Belum sampai satu menit saya duduk di kursi Chuck's Barbershop, Andri, 32 tahun, sudah tahu persis masalah utama potongan rambut saya. “Tidak seimbang, jadinya sering berantakan,” ujar dia, "mengadili" potongan rambut saya yang disisir ke pinggir, Selasa, 28 Mei 2014. Menurut Andri, hal itu menjadi biang kerok rambut saya yang sulit rapi. Jadinya, rambut saya sering awut-awutan bak tokoh penyihir muda Harry Potter karya Joanne Kathleen Rowling itu.
“Rambutnya cepat tumbuh. Tapi sayang, yang sebelumnya motong main babat aja,” kata Andri menguraikan masalah kepala saya.
Baca juga:
Maksud dia, kapster—alias tukang cukur, yang sebelumnya menggunting rambut saya--luput untuk memperhatikan jenis rambut. Padahal, tipe rambut tebal, kaku, dan cepat bertumbuh seperti saya tidak bisa sembarangan dibabat. "Kalau salah sedikit, bisa jigrak,” ujar Andri. Jigrak adalah istilah yang dia berikan jika rambut saya berdiri tidak keruan dan sulit rapi.
Walhasil, Andri tidak bisa mengubah rambut saya menjadi potongan slick back, yaitu disisir klimis ke belakang, dengan bagian kanan dan kiri yang ditipiskan. “Harus dibikin seimbang dulu,” kata dia. Itu berarti saya harus menunggu rambut saya tumbuh menjadi lebih terarah setelah "dikembalikan ke jalan yang benar" oleh Andri.
Chuck's Barbershop, yang berlokasi di dekat Kampus Syahdan Universitas Bina Nusantara, Jakarta Barat, bisa dikategorikan sebagai barbershop jenis baru di Jakarta. Jangan bayangkan barbershop usang dan berdebu, dengan handuk bau keringat atau alat cukur beraroma oli.
Biarpun terletak di sebuah gang, barbershop ini menggunakan penyejuk ruangan dan punya interior yang rapi. Lantainya terbuat dari kayu. Di bagian depan, ada kaca bertuliskan "Chuck's Barbershop" lengkap dengan logo kumis. Mirip seperti barbershop yang Anda lihat di iklan ataupun film-film produksi Hollywood.
Tidak lupa, ada barber's pole yang menandakan keberadaan barbershop ini. Barber's pole merupakan lampu berputar bergaris putih, merah, dan biru. Di Amerika Serikat, ini merupakan tanda resmi barber, alias penata rambut pria membuka praktek. Tradisi memasang tanda ini sebenarnya sudah ada sejak zaman pertengahan. Saat itu, barber—berasal dari bahasa Latin "barba" yang berarti janggut--bukan hanya menjadi tukang cukur rambut. Mereka juga diperbolehkan melakukan bedah dan cabut gigi.
Chuck's, yang dibuka sejak dua tahun lalu, bukan sekadar pangkas rambut biasa. Mereka tahu persis masalah kepala Anda dan membuka kesempatan untuk berkonsultasi. Persis seperti yang dilakukan oleh Andri tadi. Selain memangkas rambut, mereka bakal mencuci kepala Anda dengan sampo, memberikan handuk panas, dan mengoleskan wax untuk menata rambut.
Standar serupa juga diterapkan oleh Chief Barbershop di kawasan Senopati, Jakarta Selatan. Menurut pemilik Chief, Oky Andris, standar itulah yang membedakan barbershop dengan tukang pangkas rambut biasa. “Sebenarnya sih ada tiga kategori untuk tukang cukur pria,” kata Oky kepada Tempo. Kategori pertama merujuk pada tukang pangkas rambut biasa dengan rentang harga sekitar Rp 8.000. Lalu, di level berikutnya ada mini barbershop. “Biasanya tempatnya sudah rapi dan pakai AC,” kata Oky.
Sedangkan barbershop semacam Chuck's ataupun Chief dikategorikan sebagai barbershop yang lebih "serius". Mereka bukan hanya menawarkan tempat yang rapi, tapi juga konsultasi gaya rambut serta layanan yang lebih baik. Tentu, harga yang dibayarkan relatif lebih mahal dibanding pangkas rambut atau mini barbershop. Di Chuck's, misalnya, kita harus merogoh Rp 30 ribu untuk potong rambut, sampo, dan styling rambut. Untuk layanan yang kurang lebih sama, di Chief, Anda mesti merogoh kocek Rp 65 ribu, sudah termasuk pijat.
SUBKHAN
Berita lain
Waria Bilang Prabowo Gagah, tapi Akan Pilih Jokowi
Takut Naik Pesawat, Anne Avantie Tak Pernah ke Luar Negeri
Rok Mini Dikenakan Wanita Hingga Usia 40