TEMPO.CO, Jakarta - Siapa tak kenal Tamiya, si mobil kecil berdinamo? Mobil mainan dengan skala 1 banding 32 asal Shizuoka, Jepang, ini sempat menjadi kegemaran orang tua-muda baik pria maupun wanita pada 1990-an.
Ketenaran Tamiya sempat tenggelam setelah muncul berbagai macam mainan dengan teknologi yang lebih canggih. Kendati demikian, penggemar Tamiya tak pernah benar-benar meninggalkannya.
Mobil berdinding plastik karbon ini tetap melaju di lintasan licin, terutama di tempat sederhana di luar mal, seperti pasar atau rumah warga di pinggiran Jakarta. Bentuk mobilnya masih sama, tapi tipe dan inovasi mesin membuat Tamiya dikeluarkan kembali dari kotak oleh pemiliknya. Mobil mini 4 wheels drive ini pun siap kembali meluncur di lintasan adu.
"Sekarang yang sedang digemari adalah Tamiya tipe standard box (STB), karena semua bagian mobil didatangkan dan dirakit langsung dari pabrikannya di Jepang," ujar Arif Maulana, 22 tahun, salah satu penggemar Tamiya sekaligus pelayan pelanggan di toko Tamiya Mini 4WD di lantai 3A Blok M Square, saat ditemui Selasa lalu.
Keseruan mengotak-atik Tamiya menjadikan mainan itu kembali digemari beberapa tahun belakangan ini. “Mobil ini asyik untuk diotak-atik, seru berburu spare part-nya, harganya juga relatif stabil,” ujar Djunaedi, 35 tahun, salah satu penggemar Tamiya. Pria yang berprofesi sebagai desainer grafis di sebuah perusahaan swasta ini mengaku penasaran dengan letak mesin Tamiya yang kini berada di tengah. "Dulu, mesin Tamiya terletak di depan atau di belakang kerangka mobil," katanya.
Dengan bermain Tamiya, Djunaedi dipertemukan lagi dengan teman-teman lamanya. Saat bermain Tamiya pertama kali pada 90-an, Djunaedi masih berstatus pelajar sekolah menengah pertama. "Terus ketemu temen, sudah jadi bapak-bapak, tapi masih main Tamiya," ujar Djunaedi, terkekeh. Pertemuan sesama penggemar Tamiya ini akhirnya berlanjut pada acara balapan atau kumpul bareng.
Salah satu tempat yang sering dijadikan tempat balapan bareng adalah lantai teratas Pasar Gembrong, Jakarta Pusat. Mereka juga sering bertukar informasi tentang distributor penjual suku cadang bernama Dolphin Tamiya di Kelapa Gading. "Misalnya mau beli roller atau tiangnya yang patah akibat drag, di sana (Dolphin) sangat lengkap," ujar Djunaedi.
Reza Maulana, 33 tahun, pun mengungkapkan kerinduannya terhadap Tamiya. Ia teringat masa-masa indah dua puluh tahun lalu saat bermain dan membeli suku cadang hasil patungan bersama sang ayah. "Sampai saat ini tidak ada mainan yang popularitasnya seperti Tamiya. Semua orang, dari anak-anak sampai orang tua, ikut main," kata Reza.
CHETA NILAWATY
Terpopuler:
Buku tentang Kiprah Industri Kreatif di Indonesia
Karya Seniman Kapur di Kedai Kopi
Bagteria, Tas Lokal Favorit Paris Hilton
Sebuah Katalog Lengkap 50 Kreator Bersinar Indonesia
Meningkatkan Peran Perempuan di Lereng Merapi