Pertanyaan seperti itu, dia melanjutkan, menunjukkan orang tersebut masuk kategori "si mental miskin". “Mental ini ada di orang yang suka bersenang-senang, gengsian, dan butuh dipuaskan hal yang bersifat prestise,” ujar psikolog yang berpraktek di Rumah Sakit Pondok Indah dan klinik PacHealth @The Plaza di Plaza Indonesia, Jakarta, ini.
Salah satu ciri si mental miskin, Verauli menambahkan, adalah mudah boros. Saban kali ada kejadian, dari kenaikan jabatan sampai dimarahi atasan, orang itu bersenang-senang. “Bisa juga dengan shopping,” ujar dia. Menurut dia, si mental miskin memiliki sikap kekanak-kanakan dalam pengaturan uang dan kerap terdorong keinginan sesaat dalam berbelanja.
Orang-orang seperti itu, Verauli menambahkan, sering terjebak dalam situasi treadmill hedonis, yaitu memeras keringat untuk mengejar kekayaan, tapi tidak beranjak ke mana-mana. Kondisi ini terjadi saat standar gaya hidup seseorang melonjak seiring dengan peningkatan pendapatan.
Misalnya, Si Badu bisa hidup anteng dengan Rp 2 juta per bulan saat pertama bekerja. Namun, seiring dengan kenaikan karier, dia malah berutang waktu gajinya mencapai Rp 20 juta. Maklum, dia butuh sepatu dan pakaian bagus dari desainer ternama. Perangkatnya juga kudu keluaran terbaru dari seri termahal. Paling gampang, ya lari ke kartu kredit. “Hasilnya, dia bukan tambah kaya, tapi jadi makin miskin,” ujar Verauli.
Berikutnya: Seperti Apa Mental Kaya itu