TEMPO.CO, Jakarta -Dua perempuan Jepang itu mengamati deretan bolero—jaket pendek—batik di satu sudut Crafina 2014, kemarin. Siang itu, batik menjadi bidikan utama belanjaan mereka. Di kantong belanjaan Ayumi, 31 tahun, sudah nongkrong dua lembar kain batik berwarna hijau dan biru laut. (Baca: Jokowi Batal Resmikan Kampung Wayang, Mengapa?)
“Mau dijahit buat kimono,” katanya, tersenyum. Temannya, Sumi, 33 tahun, membeli bentangan batik panjang untuk dibuat sarung bantal, taplak, dan pembungkus kotak tisu.
Crafina atau Resources of Indonesian Craft merupakan pameran kerajinan yang bergulir secara tahunan sejak 2008. Berlangsung di Jakarta Convention Center sejak dua hari lalu, pameran ini menghadirkan lebih dari 500 perajin dari berbagai daerah di Indonesia. Pameran ini berlangsung sampai Ahad mendatang. Pada pameran tahun lalu, yang juga berlangsung pada November di tempat yang sama, Crafina kedatangan 35 ribu pengunjung dan mencatatkan transaksi sebesar Rp 21,8 miliar.
Ayumi dan Sumi datang atas rekomendasi teman mereka yang hadir dalam pembukaan. Menurut mereka, dibutuhkan perjuangan berat untuk menembus kemacetan demi mencapai Senayan, Jakarta Pusat, dari kediaman mereka di Kelapa Gading, Jakarta Utara.
“Tapi kelelahan ini terbayar dengan melihat keindahan barang-barang di sini,” kata Ayumi, istri karyawan perusahaan Jepang di Jakarta tersebut. Sebelumnya, dia menambahkan, mereka juga hadir dalam pameran kerajinan Indonesia di Jepang dan merupakan konsumen tetap Butik dan Keramik Jenggala di Jimbaran, Bali. (Baca: Pameran di Cina, RI Raup Transaksi Rp 62,2 Miliar)
Di sudut lain, Danielle sibuk memilih seperangkat anting, gelang, dan kalung di kios Griya Antik. Perempuan 47 tahun asal Kanada ini menilai harga barang dalam pameran tersebut lebih murah ketimbang di toko dan variasinya lebih banyak. “Karena kami membeli langsung dari perajinnya,” ujarnya.
Perempuan yang baru dua bulan berada di Jakarta itu mengatakan jatuh cinta kepada kerajinan Indonesia, terutama batik. “Kreativitas motifnya tidak bisa disaingi oleh negara lain,” kata Danielle.
Perancang busana Dina Midiani mengatakan Crafina menampilkan semua elemen, yaitu tanah, kayu, batu, dan bahan lain yang dirancang sesuai dengan tren.
“Seperti pameran lain, ini ajang promosi rutin, supaya kerajinan Indonesia naik kelas,” kata Direktur Indonesia Fashion Week ini. Pameran tahunan lain adalah Inacraft, yang tahun depan akan berlangsung pada April.
Menurut Dina, daya tarik pameran seperti ini adalah keterlibatan langsung perajin dan pelaku usaha kecil-menengah. (Baca: Kebaya Kutubaru Iriana Bisa jadi Trendsetter)
“Jadi, pengunjung bisa berbelanja dengan membayar di bawah harga retail,” ujarnya. Pilihannya pun tidak sebatas produk busana, tapi juga furnitur dan kerajinan tembaga serta perak dengan harga paling rendah Rp 50 ribu.
Handy Hartono, pemilik Batik Boy, mengatakan berjualan di pameran memberi dia pendapatan lebih besar ketimbang omzet kedainya di Kelapa Gading. “Banyak konsumen yang awalnya cuma ingin jalan-jalan, tapi jadi berbelanja karena kepincut,” katanya.
“Karena pameran menyajikan barang secara terbuka, sehingga lebih menggoda.” Sementara itu, Atiek, pemilik Dona Rara Batik di ITC Mal Ambassador dan Thamrin City, Jakarta, kerap mendapat pelanggan baru setelah membuka gerai dalam pameran.
Musikus Addie Muljadi Sumaatmadja punya penilaian lain. Menurut dia, pameran seperti Crafina bisa menjadi ajang pengukuhan produk Indonesia. “Sebab, banyak kerajinan kita yang diekspor tanpa label, lalu dicap sebagai produk negara lain,” katanya lewat telepon.
“Curangnya, mereka membeli murah dan menjual dengan harga tinggi.” (Baca: Addie M.S. Jadi Konduktor di Hari Guru) Pendiri Twilite Orchestra itu belum mengunjungi Crafina. “Tapi saya akan datang,” ujar Addie M.S.
HADRIANI P
Terpopuler
Kenapa Bayi Harus Banyak Tidur?
Tips Membuat Bayi Mudah Tidur
Berhijab Trendi ala Mahasiswi, Ini Panduannya
Susu Tidak Kurangi Risiko Patah Tulang
Jangan Sembarang Beri Obat Pencahar ke Bayi