TEMPO.CO, Michigan -Pernikahan yang tak bahagia, terutama bila dilakukan dalam jangka waktu lama, bisa memicu penyakit jantung terutama untuk kalangan wanita. Temuan ini dipublikasikan dalam Journal of Health and Social Behavior. (Baca : Indonesia Peringkat 76 Negeri Paling Bahagia)
Menurut sosiolog dari Michigan State University, Hui Liu, temuan ini memperlihatkan perlunya konseling dan program yang bertujuan mempromosikan kualitas dan kesejahteraan pernikahan, terutama bagi pasangan yang berusia 70 dan 80 tahun-an. "Konseling pernikahan difokuskan terutama pada pasangan muda. Tapi hasil ini menunjukkan kalau kualitas pernikahan penting juga bagi mereka yang berusia lebih tua, bahkan ketika pasangan telah menikah 40 atau 50 tahun," kata Liu. (Baca : Depresi Pada Pria Jika Menjadi Ayah)
Liu menganalisis data dari 1.200 orang laki-laki dan perempuan yang telah menikah. Mereka tergabung dalam proyek tentang kesehatan, usia dan kehidupan sosial. Rata-rata partisipan berusia 57-85 tahun pada awal penelitian.
Dalam proyek ini, disertakan juga pertanyaan survei tentang kualitas dan laporan kesehatan masing-masing responden, misalnya kesehatan kardiovaskuler, seperti serangan jantung, stroke, hipertensi dan kadar protein C-reaktif dalam darah.
Hasil studi menemukan sejumlah hal, yakni kualitas pernikahan yang buruk, misalnya karena pasangan selalu mengkritik dan menuntut akan berefek buruk pada kesehatan jantung. Hal ini dibandingkan dengan pernikahan yang berkualitas bagus. Kemudian, efek kualitas pernikahan tersebut muncul risiko penyakit kardiovaskular lebih kuat pada mereka yang berusia lebih tua.
Liu mengatakan, seiring waktu, stres akibat pernikahan yang buruk dapat merangsang lebih banyak dan lebih intens, respon kardiovaskular. Sebab, menurunnya fungsi kekebalan tubuh dan munculnya berbagai kelemahan yang biasanya berkembang di usia tua.
Di samping itu, lanjut Liu, kualitas pernikahan berefek lebih besar pada kesehatan jantung perempuan dibandingkan laki-laki. Hal ini, menurut Liu mungkin disebakan karena perempuan cenderung memendam perasaan negatif sehingga lebih mungkin merasa tertekan dan mengembangkan masalah kardiovaskular.
Dia menambahkan, penyakit jantung menyebabkan penurunan kualitas pernikahan bagi perempuan, tapi tidak untuk laki-laki. Hal ini konsisten dengan pengamatan yang telah lama dilakukan.
Liu mengungkapkan, istri lebih mungkin untuk memberikan dukungan dan perawatan kala suami sakit dibanding sebaliknya. "Kesehatan isteri yang buruk dapat mempengaruhi bagaimana dia menilai kualitas pernikahannya, namun kesehatan suami yang buruk tidak merusak padangannya tentang pernikahan," ungkap Liu seperti dilansir laman resmi Michigan State University.