TEMPO.CO, Jakarta -Kanker ovarium seperti pembunuh berantai yang berkeliaran dalam kegelapan. "Tidak punya gejala yang spesifik, kalau ketahuan pun sudah stadium lanjut," ujar Sven Mahner, dokter kandungan dan kebidanan dari Universitas Medical Center Hamburg-Eppendorf, Jerman, dalam diskusi berjudul "Harapan Baru untuk Penatalaksanaan Kanker Ovarium di Indonesia" di Jakarta Pusat, pada pertengahan Januari lalu.
Berdasarkan data 2012, tercatat lebih dari 10 ribu perempuan Indonesia menderita kanker yang menyerang tempat sel telur tersebut. Tujuh ribu penderita di antaranya meninggal dunia. Artinya, 70 persen penderita kalah berperang melawan tumor ganas ini.
Baca Juga:
Penyebabnya, Mahner melanjutkan, adalah terlambat menyadari keberadaan kanker itu. Gejala kanker ovarium "sebatas" peningkatan tekanan perut, kembung, nyeri pada panggul dan punggung, serta pelebaran lingkar perut. Karena penyakit ini umumnya menyerang manula—kebanyakan berumur antara 60 dan 70 tahun—tanda-tanda tersebut tidak terlihat sebagai hal yang perlu dikhawatirkan. "Jadi, sering diabaikan," ujarnya.
Pengajar senior di Fakultas Kedokteran Universitas Hamburg ini meminta perempuan yang mengalami gejala-gejala tersebut segera memeriksakan diri ke dokter. Terlebih, mereka yang punya riwayat keluarga dengan kanker payudara, kanker kolorektal, atau kanker ovarium. "Karena ada faktor keturunan," katanya.
Identifikasi awal merupakan langkah penting untuk menangani penyakit mematikan ini. "Kalau ketahuan di stadium awal, 90 persen bisa disembuhkan," ujar Mahner.
Hanya, dari temuan dokter Andrijono, jarang sekali ditemukan pasien dengan stadium 1. "Kalaupun ada, hanya karena kebetulan," kata sang profesor. "Rata-rata pasien yang datang sudah stadium 3." Di level tersebut, kanker sudah menyebar ke luar panggul, tempat asal ovarium.
Selain sudah lanjut, Andrijono melanjutkan, angka kekambuhan kanker indung telur tergolong tinggi. Biasanya muncul setelah menjalani tiga tahun terapi. Penyebab sel kanker kembali hidup bisa dari tumor sisa terapi, sel kanker yang dorman—tidur atau sebelumnya tidak tumbuh—dan kanker stem cell. Stem cell atau sel punca merupakan sel yang belum berdiferensiasi dan bisa berkembang menjadi berbagai jenis sel.
"Soal stem cell ini masih teori baru, muncul pada 2010," kata dokter Andrijono. Risiko kekambuhan ini sering muncul pada mereka baru berobat setelah stadium 3.
DIANING SARI