TEMPO.CO, Jakarta - Tjandra Yoga Aditama yang sedang mengikuti rapat di kantor Badan Kesehatan Dunia (WHO) di Jenewa bercerita soal rokok. Dalam surat elektronik pada Tempo, Rabu, 15 April 2015, Tjandra menceritakan perjalanannya dimulai pada hari Minggu lalu ke Zurich dan Jenewa.
"Dalam perjalanan saya kali ini, ada yang menarik tentang rokok. Di bandara Abu Dhabi, disediakan ruang kaca kecil untuk merokok, yang hanya bisa berisi dua orang. Dan di berbagai airport atau bandara dunia ada beberapa jenis tempat merokok, ada yang dengan tempat duduk, ada yang hanya berdiri. Kalau di Indonesia ada justru yang disiapkan pabrik rokok dan sebagainya. Tetapi saya baru pertama kali melihat ruang merokok yang hanya kotak kecil untuk dua orang yang saya yakini tentunya membuat tidak nyaman bagi yang akan merokok, " ungkapnya panjang lebar dalam surat elektronik tersebut.
Tjandra juga menjelaskan ketika secara tidak sengaja dia mengambil bungkus rokok yang beredar di Jenewa.
"Yang menarik, gambar di bungkus rokok di Jenewa, Swiss jelas-jelas menunjukkan gambar jenazah. Artinya, rokok menimbulkan kematian."
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan kantor Kementerian Kesehatan Republik Indonesia ini juga menyampaikan data-data rokok di Tanah Air bahwa berdasarkan Riskesdas pada 2013, prevalensi konsumsi tembakau cenderung meningkat baik pada laki-laki maupun perempuan. Peningkatan prevalensi lebih banyak pada perempuan dari 1,7 persen di 1995 menjadi 6,7 persen pada 2013. Sementara perokok pada laki-laki dari 53,4 persen di 1995 meningkat jadi 66 persen tahun 2013.
Hasil Global Adult Tobacco Survey pada 2011 menjelaskan perokok terbanyak pada masyarakat Indonesia mulai usia 15 tahun ke atas. Prevalensinya 67,4 persen adalah pria dan 4,5 persen adalah wanita. Untuk perokok kretek sebanyak 60,9 persen pria dan 2,3 persen wanita. Adapun untuk jumlah perokok aktif mulai usia sepuluh tahun ke atas dengan 57 juta pria dan 1,8 juta wanita.
Tjandra juga menjelaskan dalam soal rokok ada upaya yang dilakukan pemerintah seperti memperkuat implementasi kebijakan berdasarkan PP 109 Tahun 2012, lalu intervensi berbasis masyarakat untuk pengendalian faktor risiko, dilakukan juga promosi kesehatan, penyuluhan upaya merokok di puskesmas, klinik hingga kegiatan pencegahan perokok pemula di sekolah.
Pria berkacamata ini juga menjelaskan cara berhenti merokok melalui tanpa obat atau upaya sendiri, langsung berhenti total, bertahap dan adanya peran atau dukungan keluarga. "Bisa juga melakukan konsultasi ke pakar atau ahli, lalu mendirikan lingkungan bebas asap rokok yang didukung kebijakan publik dari pemeritah dan adanya peran lembaga, kelompok dan komunitas," kata Tjandra.
HADRIANI P.