TEMPO.CO, Bandung - Geolog sekaligus pakar batu mulia, Sujatmiko, menyebutkan sejumlah penyebab anjloknya animo masyarakat terhadap batu akik. “Sekarang trennya kembali ke batu mulia, seperti safir dan merah delima," katanya saat dihubungi Tempo, Selasa, 8 September 2015. "Sedangkan batu Nusantara (semi-mulia) sudah mulai berkurang."
Sujatmiko mengatakan salah satu pemicunya adalah harga penjualannya yang sempat terkerek terlalu tinggi. “Memang overpriced. Ketika booming, orang memanfaatkannya tanpa appraisal,” katanya. “Sekarang saat pasar sudah jenuh, harganya mulai merosot.”
Menurut Sujatmiko, turunnya pamor batu akik terjadi di banyak kota di Indonesia. Namun animo terhadap batu akik masih bertahan di sejumlah daerah di wilayah timur Indonesia.
Dia mengatakan sempat menganjurkan agar pemerintah membentuk sentra batu akik yang dikelola negara. Hal itu untuk menjaga harga dan kualitas. Saat booming, Sujatmiko melanjutkan, banyak bertebaran batu akik palsu yang meruntuhkan kepercayaan masyarakat. "Bahkan beberapa yang menang counter, belakangan ternyata palsu," ujarnya. “Belum ada respons pemerintah daerah terhadap kondisi ini."
Menurut Sujatmiko, ada dua kategori pemalsuan batu mulia dan semi-mulia yang ditemukannya. Pertama, batu imitasi; kedua, batu sintetis. “Yang sintetis susah dibedakan. Kalau imitasi gampang,” katanya.
Sujatmiko mengatakan batu sintetis umumnya ditemukan dalam pemalsuan batu mulia. Dia mencontohkan, batu palsu sintetis jenis merah delima, misalnya, dibuat lewat proses rekayasa. “Kalau sintetis itu sifat-sifat batuannya sama, kecuali di dalamnya ada gelembung atau inklusi yang menunjukkan itu bukan natural atau warna yang tidak biasa,” ujarnya. “Sifat batuannya sama, tapi kelihatan ada sesuatu yang tidak natural.”
Batu palsu, misalnya, dibuat dengan cara menghancurkan batu mulia, lalu disambungkan lagi dengan perekat sekaligus ditambahi zat pewarna. Sujatmiko mengaku dibutuhkan pengalaman untuk mengetahui batu palsu sintetis. “Harus pakai mikroskop, barulah ketahuan,” ucapnya.
Menurut Sujatmiko, batu imitasi umumnya ditemukan dalam pemalsuan batu semi-mulia atau batu akik. Ada yang terbuat dari bahan kaca, plastik, atau menggunakan batu akik dengan pemberian warna tertentu agar mirip jenis batu akik lain. “Berat jenisnya dan sifat optiknya sudah berbeda,” ujarnya.
Maraknya penemuan batu akik palsu ini membuat peminat batu akik mulai pilih-pilih. “Mereka memilih yang berkualitas saja,” kata Sujatmiko. Dia sudah tidak lagi mendengar transaksi batu akik dengan harga fantastis, tapi masih ada yang memperjualbelikan batu akik dengan harga puluhan juta rupiah.
AHMAD FIKRI
Video tentang Heboh Batu Akik: