TEMPO.CO, Jakarta - Kegiatan Komunitas Biodiversity Warriors itu seru. Mereka blusukan mencari keberadaan burung. Bukan di hutan, tapi ditengah belantara beton Jakarta.
Seperti pekan lalu. Setelah tiga jam menyusuri tepian Ciliwung di Condet, Jakarta Timur, mereka mendapati Raja-udang meninting (Alcedo meninting). Burung itu tersebut termasuk hewan yang dilindungi oleh Undang Undang nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Satwa satu ini turut dilindungi Peraturan Pemerintah nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Fauna dan Flora.
“Keberadaan burung ini makin langka ditemukan di Jakarta,” ujar Ahmad Baihaqi alias Abay, seperti ditulis Koran Tempo Minggu, 13 September 2015. Populasinya menurun seiring banyaknya kawasan perairan di Jakarta yang tercemar. Raja udang meninting juga terancam tingginya perburuan.
Padahal, burung memiliki peranan penting dalam ekosistem. “Burung termasuk satwa bio indicator, keberadaannya mengindikasikan baik tidaknya sebuah kawasan,” ujar Abay, sarjana biologi Universitas Nasional, Jakarta.
Usai mencatat dan mencocokan objek dengan buku panduan, perjalanan minim suara terus berlanjut di sekitar kali Ciliwung. Maklum, proses pencarian dan pendokumentasian flora fauna tak bisa dilakukan sambil riuh. Satwa sangat sensitif terhadap suara. Sehingga sembari menyusuri sungai, semua volunteer sebisa mungkin tak mengeluarkan bunyi. ”Burung sensitif terhadap suara dan gerakan tubuh," kata Abay.
Perjalanan kelompok yang terdiri dari 10 orang tersebut berlanjut. Beberapa waktu kemudian, mereka berhenti di sebuah area yang ditanami salak Condet, buah yang menjadi lambang Jakarta. Tanaman tersebut menurut Abay sudah termasuk langka ditemui di Jakarta. “Sepertinya memang sengaja ditanami salak untuk budi daya,” kata Abay. Benar saja belakangan dia mengetahui kalau lahan yang cukup luas ditanami salak Condet tersebut memang budi daya Komunitas Peduli Ciliwung Tanjungan.
Penemuan terhadap keanekaragaman hayati tersebut melengkapi beberapa hasil temuan dari perjalanan Capture Nature sebelumnya. Perjalanan ke Ciliwung adalah perjalanan ke-29 mengamati ruang terbuka hijau Jakarta yang selanjutnya akan dirangkum dalam sebuah buku. “Rencananya akan kami terbitkan akhir tahun ini,” ujar Abay.
Selain burung Raja Udang Meninting, salak Condet, komunitas Biodiversity Warriors pun berhasil mendokumentasikan beberapa flora fauna lainnya seperti jamur Tudung Pengantin (Phallus indusiatus), kupu-kupu Appias olferna, Burung-madu kelapa (Anthreptes malacensis) dan banyak lagi.
Biodiversity Warriors merupakan gerakan pemuda dari Yayasan Keanekaragaman Hayati Indonesia (KEHATI). Komunitas ini juga bekerja sama dengan Komunitas Peta Hijau Jakarta, Fakultas Biologi Universitas Nasional, untuk mendokumentasikan potensi keanekaragaman hayati diruang terbuka hijau Jakarta melalui salah satu kegiatannya bernama kegiatan Cap(na)ture. Keanggotaan komunitas ini terbuka untuk siapapun yang tertarik dan peduli untuk turut mendokumentasikan keberadaan flora fauna di Indonesia.
AISHA SHAIDRA