TEMPO.CO, Jakarta - Ada tanda bahaya bagi kaum perempuan. Menurut, dokter spesialis jantung dan pembuluh darah, Siska Suridanda Danny, terjadi pergeseran tren pada korban penyakit kardiovaskular.
"Awalnya, angka kematian pada laki-laki tinggi, kemudian turun. Namun pada perempuan malah naik," kata Siska, seperti ditulis Koran Tempo, Senin, 21 September 2015. Mulai 1990-an, angka kematian perempuan akibat penyakit kardiovaskular meningkat hingga sekitar 500 ribu orang per tahun, menyalip jumlah yang tercatat pada kaum pria.
Kardiovaskular merupakan penyakit yang berhubungan dengan jantung dan pembuluh darah, termasuk stroke. Pada perempuan, penyakit ini lebih banyak menyerang mereka yang sudah menopause atau berusia 42-50 tahun.
Penyebabnya, Siska melanjutkan, mungkin berhubungan dengan penurunan kadar hormon estrogen, yang salah satu fungsinya menjaga pembuluh darah, setelah perempuan tak lagi haid. Namun faktor risikonya bukan itu saja. Merokok, pola makan yang tak sehat, konsumsi alkohol, serta jarang berolahraga juga bisa semakin memicu munculnya penyakit ini.
Pada perempuan, penyakit itu merupakan penyumbang kematian terbesar, yakni 46 persen, mengalahkan kanker (24 persen) dan pneumonia (4 persen). Data di Rumah Sakit Jantung Harapan Kita, Jakarta, pada 2014, mengungkap jumlah kematian akibat penyakit jantung koroner pada wanita mencapai sekitar 13 persen, lebih besar dibanding pada laki-laki, yang sekitar 7 persen.
Siska mengatakan tingginya kematian pada perempuan ini masih misteri. Ada sejumlah hipotesis yang muncul. Misalnya, perempuan menganggap penyakit yang mengancamnya adalah kanker. Walhasil, mereka kurang waspada terhadap tanda-tanda penyakit kardiovaskular.
Kondisi itu diperparah oleh tidak jelasnya gejala serangan kardiovaskular pada perempuan. Tak seperti pria, yang merasakan nyeri hebat pada dada, perempuan lebih sering merasa mual, sakit ulu hati, atau sakit punggung. Ujung-ujungnya, Siska melanjutkan, penyakit ini tak cepat terdiagnosis oleh tenaga kesehatan. "Kadang bisa dikira maag," ujar dokter Universitas Indonesia ini.
Ketua III Yayasan Jantung Indonesia Laksmiati Hanafiah, mengajak para perempuan agar lebih waspada. Salah satunya dengan rutin mengecek tekanan darah, gula darah, serta kolesterol. Melakukan kebiasaan sederhana, seperti naik-turun tangga atau gerakan tubuh lainnya, juga bisa mengurangi risiko tersebut. Hal yang tak kalah penting adalah membiasakan diri mengkonsumsi makanan sehat dan tidak merokok.
Siska menambahkan, olahraga penting untuk menjaga kesehatan jantung dan pembuluh darah. Namun, ia menyarankan olah fisik yang bersifat aerobik karena lebih santai sehingga memproduksi hormon endorphin yang berfungsi melebarkan pembuluh darah. Sedangkan olahraga kompetitif, seperti basket dan sepak bola, akan memacu adrenalin yang justru membuat pembuluh darah menyempit. "Akibatnya, jantung akan bekerja lebih keras."
NUR ALFIYAH