TEMPO.CO, Jakarta - Sebuah rumah kos di Cipete, Jakarta Selatan didesain dengan konsep perkebunan perkotaan. Walhasil, atap bangunan rancangan arsitek Sigit Kusumawijaya bisa digunakan untuk berkebun.
"Saya memadukan konsep urban farming dengan green architecture," ujar Sigit, seperti ditulis Koran Tempo, Selasa, 29 September 2015. Pakar perkotaan dari Universitas Teknik Delft, Belanda, ini dikenal luas dengan konsep desain hijau.
Kebetulan, empunya rumah merupakan pegiat Indonesia Berkebun, gerakan yang memanfaatkan lahan kosong perkotaan untuk menanam, inisiatif Sigit cs, termasuk Ridwan Kamil, Wali Kota Bandung. "Hobinya memang berkebun," kata Sigit.
Itu sebabnya, ia merancang atap rumah sebagai kebun sayur. Pada lahan dengan luas 600 meter persegi itu, Sigit mendesain rumah dan kompleks kos dalam satu bangunan berbentuk O. Di tengah rumah, ada tangga akses bagi penghuni kos serta taman yang dilengkapi dengan kolam ikan. "Kebetulan usaha kos menjadi salah satu bisnis yang ditekuni oleh pemilik rumah," tutur dia.
Luas rumah tinggal pun dibuat lebih kecil ketimbang kos dengan 15 kamar itu. Efisiensi ruang disiasati dengan menggabungkan ruang keluarga dengan ruang tamu serta dapur dengan ruang makan. Penghematan ruang juga ditunjukkan lewat tangga yang juga berfungsi sebagai lemari tempat sepatu.
Kamar dua anak ditempatkan di lantai dua di bagian dalam rumah. Dua kamar tersebut akan selalu dilewati orang tua saat menuju kamar tidur utama di lantai tiga, yang dirancang mirip loteng besar. "Tata letak ini memudahkan pengawasan orang tua," ujar Sigit.
Selain itu, privasi dibangun dengan menaruh cermin satu arah pada dinding tangga rumah. Dari kaca itu, cahaya matahari bisa masuk ke rumah sekaligus memberikan kendali pengawasan kepada pemilik rumah untuk mengawasi penghuni kos, yang membayar Rp 2,5 juta per bulan.
Sebagian fasad luar rumah digunakan untuk membikin taman vertikal berisi tanaman hias. Tadinya, pemilik mencoba menggunakan susunan pot sebagai ladang. Namun, belakangan, sang pemilik menggantinya dengan tanaman hias karena dianggap kurang produktif.
Menurut Sigit, desain rumah hijau selama ini lebih banyak ditanami tanaman dekoratif. "Padahal kan bisa juga ditanami tanaman yang bisa dikonsumsi," kata dia.
Konsep pertanian di perkotaan, tutur Sigit, belum populer. Apalagi, masih banyak orang yang menganggap berkebun dan bertani tak punya gengsi. "Buktinya, banyak anak petani yang tak mau lagi bertani," ujarnya. Karena itu, membawa konsep rumah kebun di tengah kota bisa menjadi pengobat.
Konsep ini sudah populer di banyak negara Asia. Arsitek Vo Throng Nghia dari Vietnam, misalnya, merancang taman kanak-kanak lengkap dengan lahan kebun luas pada atapnya. TK di Dong Nai, Vietnam, ini dinobatkan sebagai Building of the Year 2015 versi situs arsitektur ArchDaily. Menurut Nghia, memperkenalkan konsep bertani sejak dini menjadi solusi atas menyempitnya lahan pertanian.
SUBKHAN J. HAKIM