TEMPO.CO, Jakarta - Batik semakin populer di kalangan masyarakat Indonesia, tapi belum banyak orang yang bisa membedakan jenis-jenis batik.
"Tantangan perajin batik asli untuk memberikan pengetahuan kepada masyarakat. Banyak belum bisa bedakan batik cap, tulis, dan printing," kata pengusaha batik asal Pekalongan, Jawa Tengah, Yordan, Jumat, 2 Oktober 2015.
Menurut Yordan, ketidaktahuan masyarakat dalam membedakan batik itu membuat mereka salah kaprah menilai batik. (Lihat video Ini Tokoh Dunia yang Pernah Mengenakan Batik)
"Masyarakat belum bisa bedakan batik printing dan yang cap atau tulis. Karena tidak bisa bedakan, mereka bisa beli batik printing yang harganya, misalnya, Rp 30 ribu, mereka mau beli Rp 100 ribu," ujarnya.
"Batik cap yang handmade tidak sempurna seperti harga batik printing yang dibuat mesin. Jadi, mereka melihat harganya lebih rendah. Padahal, kalau handmade itu nilai ekonominya lebih tinggi, perajin desa terlibat dan punya penghilangan dari situ," ucapnya.
Yordan mengatakan batik printing yang banyak berasal dari Cina adalah tantangan bagi perajin batik tradisional. "Batik printing melibatkan pabrik, sehingga sentuhan budaya hilang, jadi seperti produk tekstil biasa," katanya.
Ia menambahkan, batik printing juga mempunyai efek negatif karena sangat mencemari lingkungan.
"Imbauannya, masyarakat lebih membeli batik cap atau tulis ketimbang batik printing agar alam tidak terlalu tercemar," tutur Yordan.
ANTARA