TEMPO.CO, Jakarta - Bencana Kabut Asap akibat terjadinya kebakaran hutan dan ladang di sejumlah wilayah Sumatera dan Kalimantan semakin mengkhawatirkan. Kabut asap pekat terutama menyelimuti wilayah Sumatera Selatan, Jambi, Riau, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Selatan.
Kabut asap juga menyebar ke sejumlah daerah di sekitar enam provinsi tersebut. Di Sumatera, kabut asap menyelimuti 80 persen wilayahnya. Paling tidak, sebanyak 25,6 juta jiwa terpapar asap, yaitu 22,6 juta jiwa di Sumatera dan 3 juta jiwa di Kalimantan.
Untuk mengantisipasi hal tersebut, Kementerian Kesehatan dan Dinas Kesehatan yang daerahnya terpapar kabut asap membagikan masker secara gratis dan menyiagakan fasilitas kesehatan 24 jam.
Selain itu, masyarakat yang daerahnya terpapar kabut asap dihimbau untuk tidak keluar rumah bila tidak perlu dan selalu pakai masker. Terpapar asap yang terus menerus dalam jangka panjang dampaknya bisa berbahaya untuk kesehatan pernapasan terutama untuk anak-anak dan orang-orang tua.
Hal tersebut diungkapkan dr Penny Fitriani Taufik, Sp.P, dari Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Persahabatan kepada media di RSUP Persahabatan, Rawamangun, Jakarta Timur, Jumat, 2 Oktober 2015.
dr. Penny menyarankan agar masing-masing orang menjaga kualitas udara, setidaknya di rumah dengan cara sederhana seperti memperkuat ventilasi sedemikian rupa supaya asap tak masuk.
Ventilasi bisa diberikan semacam penyaring yang bisa membantu menangkap debu halus masuk. "Ruangan dimodifikasi sebisa mungkin dengan pengaturan ventilasi. Di dalam rumah pun bila ada AC (air conditioner) atau penjernih udara sebaiknya digunakan," katanya.
Bila kondisi tak memungkinkan selain AC masyarakat juga bisa memakai kipas. Arahkan kipas agar hembusan anginnya dapat meniup asap keluar dari ruangan.
Diharapkan dengan cara-cara tersebut kualitas udara dalam rumah bisa lebih bersih dan masyarakat akan lebih aman daripada ketika beraktivitas di luar ruangan. Selain paru-paru paparan kabut asap sangat mengganggu kesehatan mata. Anda akan rawan mengalami kekurangan air mata yang menyebabkan risiko mata kering.
Dokter Spesialis Mata dr. Diah Farida ditempat yang sama mengatakan, asap kebakaran mengandung banyak partikel dan senyawa yang bisa menyebabkan kestabilan air mata terganggu. Masyarakat yang tinggal di wilayah kabut asap rawan mengalami mata kering.
"Saya baca satu macam penelitian bahaya asap, ternyata kejadian kabut asap di Sumetera dan Kalimantan itu seperti di Argentina. Ada beberapa poin yang harus kita tahu," ujar dr Diah.
Lantaran kestabilan air mata mulai berkurang, tambah dr Diah, dari penelitian itu 90 persen orang terpapar asap mengalami mata kering dengan rasa panas dan pedas. "Pada pasien yang tidak punya riwayat kelainan mata sebelumnya mungkin tidak akan terlalu merasa mengeluh. Tapi kalau pasien punya kelainan mata sebelumnya tentu rawan mengalami mata kering," ujar dr Diah.
Saran dr Diah untuk menghindari mata kering, ialah masyarakat tetap saja harus menjaga kebersihan mata. Caranya dengan memberi air mata buatan, seperti obat khusus untuk mata dan juga konsultasi dengan dokter mata di daerah setempat.
Untuk mencegah mata kemerahan yang berakibat infeksi, masyarakat juga wajib pakai kacamata pelindung dan membilas mata dengan air bersih setelah terpapar asap.
ANTARA