TEMPO.CO , Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) menyatakan kabut asap tidak akan menyebabkan korban jiwa. Hal ini berlaku bagi mereka yang berada dalam kondisi sehat. Namun kabut asap berisiko bagi warga yang berada dalam kondisi kesehatan buruk.
"Perlu dilakukan autopsi lebih lanjut. Tapi, sejauh ini, yang jadi korban jiwa biasanya yang juga punya penyakit lain," kata Ketua PDPI Arifin Nawas setelah konferensi pers di Rumah Sakit Harapan, Jakarta, Senin, 12 Oktober 2015.
Baca juga:
Sudirman Said Bantah Ada Perpanjangan Kontrak Freeport
Kasus Salim Kancil, Kepala Desa Akui Beri 'Sogokan' Polisi
Bahkan, Arifin juga mengungkapkan, menggunakan tabung oksigen seperti yang sedang diributkan saat ini tidak perlu dilakukan. Mereka yang membutuhkan tabung oksigen hanyalah mereka yang punya penyakit bawaan lain. Ia mencontohkannya dengan tukang sate, yang meskipun setiap hari menghirup asap, toh ia tak lantas terpapar Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA).
Perwakilan Kementerian Kesehatan, yaitu Kepala Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan Achmad Yurianto mengaku mengetahui korban akibat ISPA justru dari media. Dia mengungkapkan data korban yang ada merupakan data kumulatif sejak September. Menurut dia, tidak semua korban akibat terkena kabut asap. "Tapi kalau karena ISPA, tadi udah dibilang kan, nggak akan ada," ujar Achmad Yurianto, yang biasa disapa Yuri ini.
Menurut Kepala Pusat Data dan Informasi Badan Nasional Penanggulangan Bencana Sutopo Purwo Nugroho, hingga saat ini, sudah ada 40 juta jiwa terkena paparan asap dan 9 orang meninggal akibat paparan asap langsung dan tidak langsung. Sementara itu, kebakaran hutan masih belum membaik.
Simak juga:
Muhaimin Iskandar Minta Kader PKB Belajar dari Mario Teguh
Malaysia Ajari Indonesia Tanggulangi Kebakaran Hutan
Hasil rapat dengan BNPB bersama dengan komisi VIII menyebutkan kondisi titik api masih terdapat di Kalimantan dan Sumatera. Saat ini, pergerakan angin sudah mengarah ke arah barat. Berbeda dengan sebelumnya yang ke arah utara, yang menyebabkan Singapura dan Malaysia turut merasakan dampaknya.
Presiden Joko Widodo saat ini mengungkapkan agar semua pihak fokus menangani bencana ini. Ia juga menargetkan bencana ini dapat ditangani secepatnya, paling tidak dalam dua minggu sudah selesai.
MAWARDAH NUR HANIFIYANI