TEMPO.CO, Jakarta - Aktivitas dan perilaku nyamuk penyebar demam berdarah kini semakin perlu diwaspadai. Guru besar Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor Upik Kesumawati menyebutkan penyakit demam berdarah (DBD) kerap menyerang manusia setiap memasuki musim hujan.
Kini, vektor DBD adalah nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Larva Aedes aegypti yang semula hanya menempati habitat domestik, terutama penampungan air bersih di dalam rumah, kini mampu berkembang di wadah air yang mengandung polutan.
“Pergeseran populasi nyamuk memang telah terjadi. Pada 1990, misalnya, kompleks IPB Darmaga dihuni Aedes albopictus, tapi pada 2002 hingga sekarang sudah didominasi Aedes aegypti. Kini, keduanya berperan sebagai vektor primer dan sekunder DBD,” ujarnya dalam keterangan resmi yang diterima, Rabu, 23 Maret 2016.
Dia mengatakan perubahan perilaku mengisap darah juga terjadi pada Aedes aegypti yang semula aktif pada siang hari menjadi aktif pada malam hari (nokturnal). Nyamuk tersebut, kata dia, juga mudah terusik, mampu berpindah-pindah dari satu orang ke orang lain, dan menjadi vektor yang efisien dalam meningkatkan risiko penularan DBD.
Menurut dia, sebagai hewan oikilotermik, kehidupan Aedes aegypti dipengaruhi iklim. Jika suhu meningkat, nyamuk dapat hidup lebih aktif dan menularkan virus DBD lebih cepat.
Perubahan lain adalah masa inkubasi ekstrinsik virus DBD dalam tubuh Aedes aegypti menjadi lebih pendek dan perkembangbiakan nyamuk lebih cepat. “Gaya hidup manusia modern saat ini banyak menciptakan habitat bagi nyamuk Aedes. Hasil riset kami di delapan lokasi menunjukkan angka bebas jentik 17,8-88,5 persen. Artinya, peluang terjadinya transmisi penyakit masih besar. Angka bebas jentik harus di atas 95 persen,” katanya.
Riset yang dilakukan pada 2014-2015 di Kota Bogor menunjukkan bahwa Aedes aegypti di 35 kelurahan (35 galur) telah resisten terhadap tiga golongan insektisida yang umum digunakan. Galur nyamuk yang resisten terhadap malathion (golongan organofosfat) 74 persen. Galur nyamuk yang resisten terhadap bendiocarb (golongan organokarbamat) 63 persen.
Sedangkan galur nyamuk yang resisten terhadap deltametrin (golongan piretroid sintetik) 86 persen. Sebanyak 80 persen galur berstatus resisten ganda (terhadap lebih dari satu golongan insektisida).
Karena itu, pihaknya meminta Dinas Kesehatan Kota Bogor berhati-hati dalam menentukan insektisida yang akan digunakan untuk pengendalian vektor di daerah-daerah yang sudah toleran dan resisten.
"Tersedianya peta resistensi di suatu daerah dapat membantu dinas terkait dalam melakukan pengendalian vektor demam berdarah di lapangan,” tuturnya.
BISNIS.COM