TEMPO.CO, Jakarta - Menurut Sapardi Djoko Damono, seseorang harus mengosongkan pikiran dari emosi-emosi sebelum menulis puisi. Baik itu perasaan jatuh cinta atau kemarahan.
"Kalau sedang kelepek-kelepek jatuh cinta, kita nulis, yang keluar kata-kata cengeng dan jijikin," ujar Sapardi pada perayaan ulang tahun ke-77 di Bentara Budaya, Jakarta, Rabu malam, 22 Maret 2017.
Peraih SEA-WRITE AWARD dari Thailand pada 1986, itu kembali bergurau, "Kalau marah nulis sajak, isi setiap kalimat ada tanda seru. Yang bacakan susah kalau semua tanda seru. Kalau marah demo saja, enggak usah berpuisi," katanya.
Baca juga: Stephen Hawking: Orang Terkuat Saat Ini Adalah Perempuan
Sapardi juga berharap semoga sampai lagi ke angka rangkap dua, berarti 88 tahun. "Saya deg-degan, gimana nanti? Sekarang saja susah," kata Sapardi, kembali disambut riuh tawa penonton. Sastrawan ini juga mengaku tidak pernah mengalami kebuntuan menulis.
Perayaan 77 tahun Sapardi menjadi diluncurkan tujuh buku yang terdiri atas enam buku puisi dan satu novel. (Baca: Spirit Bushido, Jam Kerja Panjang Bukan Segalanya)
Buku puisinya meliputi Ada Berita Apa Hari Ini, Den Sastro?; Ayat-ayat Api; Duka-Mu Abadi; Kolam; Namaku Sita; dan Sutradara itu Menghapus Dialog Kita, sedangkan novelnya berjudul Pingkan Melipat Jarak, novel kedua dari trilogi Hujan Bulan Juni.
SAROH | AFRILA SURYANIS
Baca juga: Energi Marah Juga Punya Efek Positif, Simak Kisah Menarik Ini