Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Ikhtiar Meningkatkan Kesejahteraan Penulis Indonesia

image-gnews
Kongres persatuan penulis indonesia satupena di Solo 26 April 2017. Foto/Istimewa
Kongres persatuan penulis indonesia satupena di Solo 26 April 2017. Foto/Istimewa
Iklan

TEMPO.CO, SOLO -Soal kesejahteraan penulis menjadi catatan dalam Kongres  Persatuan Penulis Indonesia (Satupena) yang digelar di Hotel Aston Solo, Kamis 27 April 2017. Acara yang difasilitasi Badan Ekonomi Kreatif (BEKRAF) itu dihadiri oleh 120 penulis dari berbagai genre.

Pembentukan kepengurusan wadah bagi para penulis menjadi agenda utama dalam pertemuan tersebut. Selain itu, mereka juga akan membicarakan masalah kesejahteraan bagi para penulis.

"Hingga saat ini kesejahteraan para penulis di Indonesia masih sangat minim," kata Ketua Panitia Kongres, Imelda Akmal. Hal itu dirasakan baik oleh para penulis muda maupun menulis senior yang telah melahirkan banyak karya buku.

Berbagai persoalan membuat penghargaan atas karya intelektual itu masih sangat rendah. Dia berharap pemerintah ikut turun tangan agar kesejahteraan penulis bisa meningkat.

"Salah satu faktornya adalah masalah pajak," katanya. Saat ini profesi penulis masih dikenai pajak sebesar 15 pesen dari hasil honor dalam menulis buku. "Padahal pajak untuk arsitek, misalnya, hanya 4 persen saja," kata wanita yang juga berprofesi sebagai arsitek itu.

Baca Juga:

Belum lagi, penerbit serta percetakan juga masih dikenai pajak yang cukup tinggi. Toko buku yang menjual hasil karya para penulis juga mengalami hal yang sama. "Kondisi tersebut membuat harga buku menjadi sangat mahal," katanya.

Penulis hingga saat ini masih memiliki posisi tawar yang rendah dalam dunia industri buku. Menurut Imelda, masih ada kesenjangan keuntungan antara penulis, penerbit dengan toko buku. "Pemerintah perlu membuat regulasi agar keuntungan bisa didistribusikan secara adil," katanya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Pembentukan asosiasi itu juga dimaksudkan untuk menaikkan posisi tawar bagi para penulis sebagai pekerja industri kreatif. "Sehingga merangsang dunia kepenulisan menjadi lebih bergairah dan berkembang," katanya.

Kepala Bekraf, Triawan Munaf mengajak Satupena untuk bersama-sama menginventarisir masalah di dunia kepenulisan. "Penulis bersama Bekraf harus duduk bersama membuat sebuah buku putih yang berisi permasalahan yang dihadapi," katanya.

Inventarisir masalah itu diperlukan untuk membuat perencanaan serta solusi, termasuk dalam upaya peningkatan kesejahteraan para penulis. Pemerintah juga bisa menjadikannya sebagai pegangan dalam membuat regulasi yang terkait dengan penulisan, penerbitan serta ekonomi kreatif.

Menurut Triawan, pemerintah memiliki perhatian yang cukup besar dalam dunia industri kreatif. "Kami terus mendorong agar industri kreatif semakin bergairah," katanya. Selama setahun lalu, industri kreatif berhasil menyumbang Pendapatan Domestik Bruto (PDB) sebesar Rp 182 triliun.

AHMAD RAFIQ

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Ahmad Fuadi: Tidak Ada Rumus Cara Menghasilkan Novel Best Seller

17 Juli 2017

Ahmad Fuadi. novelis Indonesia(28/03/2012). TEMPO/ JACKY RACHMANSYAH.
Ahmad Fuadi: Tidak Ada Rumus Cara Menghasilkan Novel Best Seller

Penulis Negeri 5 Menara, Ahmad Fuadi meluncurkan novel terbarunya, Anak Rantau.