TEMPO.CO, Jakarta - Asma adalah penyakit saluran napas dengan dasar radang menahun yang mengakibatkan obstruksi atau sumbatan dan hipereaktivitas saluran napas dengan derajat yang bervariasi. Asma memiliki tanda atau gejala awal yakni sesak napas dan bunyi 'ngik-ngik' atau mengi.
Darmawan Budi Setianto, dokter spesialis respirologi anak dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia- Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta, menjelaskan, untuk meningkatkan kualitas hidup penderita asma, maka asma harus dikendalikan.
Baca: Kenali Gejala Asma pada Anak
"Penanganan dan pengendalian asma berdasarkan derajat keparahannya, seperti asma intermitten (kambuhnya jarang-jarang) dan persisten (sering sekali kambuh)," kata Darmawan dalam diskusi media memperingati hari asma sedunia 1 Mei, di Jakarta, Selasa, 2 Mei 2017.
Darmawan menjelaskan tata laksana asma yang paling utama adalah menghindari pencetusnya. "Selama kita dapat menghindari pencetus, maka asma tidak akan kambuh. Ibaratnya asma itu seperti tamu yang baik, ia tidak akan datang jika tidak 'diundang'," ujarnya.
Menurut Darmawan, faktor pencetus ini bisa dari hirupan seperti asap rokok, tungau, bulu binatang, atau serbuk bunga; makanan seperti makanan yang mengandung MSG, coklat; infeksi rinofaringitis/common cold (selesma), dan aktivitas fisik berlebihan.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan Lily S. Sulistyowati mengatakan mengendalikan penyakit tidak menular termasuk asma pada anak dapat meningkatkan kualitas anak Indonesia. "Melalui Gerakan masyarakat hidup sehat (Germas), diharapkan dapat dilaksanakan sejak dalam kandungan," kata Lily.
Untuk itu, Lily melanjutkan, upaya promotif dan preventif harus terus digalakkan seperti melakukan aktivitas fisik, konsumsi buah dan sayur, tidak merokok, dan membersihkan lingkungan untuk pencegahan asma. "Asma seperti halnya penyakit tidak menular, juga menimbulkan beban biaya yang tidak sedikit, sehingga pencegahan sangat penting".
AFRILIA SURYANIS