TEMPO.CO, Jakarta - Apa sebenarnya efek mencukur bulu kemaluan bagi kesehatan? Saat ini, mencukur bulu kemaluan menjadi tren di kalangan generasi millennia. Bukan hanya kaum hawa, kaum adam pun melakukannya. Benarkah kemaluan tanpa bulu terlihat indah? Atau justru mendatangkan kerugian tersendiri?
Para peneliti mengatakan bulu kemaluan yang tumbuh di sekitar area kemaluan laki-laki maupun perempuan merupakan simbol atau tanda bahwa orang tersebut sudah siap menemukan pasangan hidupnya. Itu juga tanda bahwa mereka siap melakukan hubungan intim secara aman.
Bulu kemaluan sendiri berfungsi sebagai pelindung area kemaluan dari gesekan-gesekan selama melakukan hubungan intim.
Mencukur bulu kemaluan memang bukan hal aneh dilakukan saat ini. Sebuah studi menunjukkan lebih dari 1.000 siswa di Amerika, 96 persen perempuan dan 87 persen laki-laki secara rutin mencukur bulu kemaluannya setiap satu bulan sekali.
Mencukur bulu kemaluan secara rutin akan menghilangkan kutu-kutu yang menempel pada bulu kemaluan. Namun hal tersebut menuai cukup banyak reaksi negatif. Pertama, bulu kemaluan yang tumbuh setelah dicukur memiliki tekstur lebih kasar sehingga dapat menyebabkan iritasi pada kulit.
Menurut ASAP Science, 3/5 atau setara dengan 75 persen orang yang rutin mencukur bulu kemaluannya mengalami gatal-gatal di sekitar kemaluan. Sedangkan 40 persen di antaranya mengalami ruam di sekitar kemaluan.
Selain mencukur dengan pisau cukur, banyak orang memilih menghilangkan bulu kemaluan dengan cara waxing. Waxing ternyata menyebabkan luka lecet pada kulit sehingga meningkatkan risiko terserang penyakit menular seksual, seperti gonorrhea, Chlamydia, dan infeksi HPV.
Efek mencukur bulu kemaluan lainnya menyebabkan bulu (rambut) tidak dapat tumbuh secara maksimal. Bulu yang tidak dapat tumbuh secara maksimal tersebut berubah menjadi benjolan kemerahan yang meradang.
HUFFINGTON POST | ESKANISA RAMADIANI