TEMPO.CO, Jakarta - Manusia menjadi tua memang tak bisa terhindarkan. Tapi setiap orang pasti memiliki pengalaman yang berbeda. Rahman Tolleng, 79 tahun, seorang aktivis dan pemikir politik menjawab dengan tegas rasanya menjadi tua. “Kesepian!”
Padahal, sebagai aktivis yang turut melahirkan Golkar dan selalu terlibat dalam peristiwa-peristiwa penting di Republik ini, Rahman pasti punya banyak teman. Tapi, usia membuatnya tak bisa lagi leluasa bergerak untuk saling mengunjungi dan bertukar cerita sesama kawan.
Baca: Narkoba Zombie Masuk Indonesia
Redaktur Pelaksana Majalah Tempo, Bagja Hidayat menanyakan perasaan menjadi tua bukan hanya kepada Rahman. Ia juga bertanya kepada Amarzab Loebis, redaktur senior Tempo, mantan tahanan politik Orde Baru, mengapa memakai decker di lututnya.
Menurut Amarzan, antara pikiran dan tubuh acap tak selaras. Pikiran memerintahkan kakinya melangkah tapi kaki itu malah lunglai. “Kalau sudah seumurku kamu akan tahu alasannya,” kata dia.
Tapi, meski sudah menua, bukan berarti tak bahagia. Yang beruntung dari Rahman dan Amarzan adalah pikiran. Keduanya bisa tetap jernih memandang persoalan-persoalan besar dan rumit lalu memberikan pendapat dengan argumen yang kokoh berbasis pengalaman dan bacaan yang luas. Rahman merasa tak punya kendala dengan ingatan, begitu pula dengan Amarzan.
Pengalaman Rahman dan Amarzan selama menikmati masa tua ini diceritakan kembali oleh Bagja di Indonesiana. Tulisan lengkapnya bisa diklik di sini.
INDONESIANA| Isti