TEMPO.CO, Jakarta - Keterbatasan tempat bagi warga perkotaan dalam bercocok tanam mendorong orang untuk lebih kreatif. Perusahaan pengelola apartemen Inner City Management (ICM) pun menerapkan konsep urban farming untuk mencari solusi bercocok tanam yang bisa dilakukan oleh masyarakat kota.
“Jadi lahan yang terbatas ini betul-betul dimanfaatkan untuk ditumbuhi tanaman,” kata Koordinator Estate and Green Waste ICM, EM Kadek dalam keterangan pers yang diterima Tempo Kamis 31 Agustus 2017.
Kadek mengatakan, awalnya dia dan timnya hanya berupaya menanggulangi persoalan sampah penghuni apartemen yang cukup banyak setiap harinya. Sampah itu akhirnya dipisahkan antara yang bisa didaur ulang (organik) dan sampah anorganik yang masih memiliki nilai jual.
Sampah daur ulang tersebut antara lain menghasilkan kompos padat dan cair dan gas metana. Adapun sampah anorganik seperti plastik, kertas/karton, kaleng, botol, dan lain-lain boleh diambil oleh pemulung.
Kompos-kompos itu kemudian dimanfaatkan untuk menanam tanaman hias, sayuran, untuk mempercantik lingkungan apartemen dan sayuran gratis.
Pemanfaatan kompos itu memberikan ide untuk menanam tanaman produksi yang bisa dikonsumsi. Dia dan timnya pun mencoba untuk memanfaatkan lahan terbuka yang berada di atap menara apartemen.
Kadek dan tim menggunakan drum bekas, yang dipotong menjadi dua sebagai wadah. Mereka pun menanami drum itu dengan sayuran seperti kangkung, dan pakcoy. Kegitaan itu pun berhasil. Sementara ini, hasil tanaman itu dikonsumsi oleh Kadek dan timnya. “Karena kalau mau dijual ke pasar kontinuitasnya belum memenuhi,”kata Kadek.
Kegiatan urban farming ini ternyata cukup membuat para penghuni apartemen lain antusias. Mereka bahkan ingin ikut serta dalam periode panen tanaman. Tak jarang penghuni memesan tanaman yang ingin dikonsumsi. “Bagi sebagian penghuni itu seperti rekreasi karena banyak yang baru mencoba panen tanaman,” kata dia.
Uang hasil penjualan tanaman itu pun dimanfaatkan untuk membiayai pemeliharaan sarana bercocok tanam hingga membayar upah pekerja yang memang ditugaskan khusus mengurus tanaman produksi.
Menurut Kadek, kegiatan ini juga menciptakan lapangan pekerjan mandiri dan memberdayakan para pemulung sehingga muncul aspek sosial di dalamnya. “Terjadilah di sini swasembada biaya dan kontinuitas usaha. Semua tercatat jelas, dan pengeluarannya juga dilaporkan,” ujar Kadek.
Menurut Kadek konsep urban farming sebenarnya sudah diterapkan sejak 2011. Kegiatan itu pun sudah diterapkan di Apartemen Nias Residence Kelapa Gading, dan Apartemen Mediterania Garden 2 Residence Tanjung Duren.
Kedepan, beberapa apartemen yang dikelola oleh Inner City, seperti Kalibata City juga akan mengaplikasikan Urban Farming.
Berkat kreativitas itu, Kadek beberapa kali diminta untuk berbagi konsep mengembangkan urban farming. Dia mengatakan, Kedutaan Besar Belanda juga pernah mengajaknya berbagi ilmu karena konsep itu dianggap berhasil.
Selain itu, Kadek juga beberapa kali diminta pihak Kelurahan Tanjung Duren Selatan untuk membagikan ilmunya kepada kelompok Ibu Pembinaan Kesejahteraan Keluarga.“Kami senang bisa berbagi konsep itu agar lebih banyak orang yang bisa menerapkannya. Bahkan penghuni apartemen yang kami kelola minta diperbanyak lahan yang digunakan untuk urban farming itu,” kata Kadek.
MITRA TARIGAN