TEMPO Interaktif, Jakarta: Memasuki pekan kedua Ramadan, jumlah peminat pakat tidak surut. Pakat adalah pucuk muda tanaman rotan yang menjadi makanan khas di bulan puasa. Ada juga yang menganggap pakat berkhasiat.
Di Kota Medan, pedagang pakat (dulunya disebut pangkat) hanya ada di beberapa tempat. Yang paling populer, di sepanjang Jalan Prof H M. Yamin-Jalan Aksara Medan. Lima pedagang pakat bakar, sore itu, terus melayani pembeli.
Salah satu pedagang, Rahmat Siregar, 52 tahun, mengaku dapat menjual 300 hingga 400batang pakat per hari. Bahkan di awal Ramadan, ia kewalahan memenuhi permintaan pembeli. "Di bulan puasa pembelinya banyak," kata Rahmat, Selasa lalu.
Para pedagang hanya menjual pakat bakar plus menyediakan bumbu anyang--berupa santan kelapa dan kelapa gonseng (daging kelapa yang digoreng). "Ini lalapan untuk selera makan," ujar Jukan Harahap, yang gemar menyantap pakat selama bulan puasa.
Batang pakat sepanjang 50 sentimeter dengan diameter sebesar jempol orang dewasa itu didatangkan dari Langga Payung, Kecamatan Sungai Kanan, Kabupaten Labuhan Batu, Provinsi Sumatera Utara. Rahmat membeli pakat "mentah" Rp 700 per batang. Setelah dibakar, pakat itu dijual Rp 2.000 per dua batang. "Tidak semuanya bisa dimakan, beberapa jengkal saja," tutur Rahmat sambil melayani pembeli.
Sebenarnya pakat makanan khas masyarakat Tapanuli Selatan, tapi selalu ramai dijajakan pedagang selama Ramadan. Pakat termasuk sayuran. Tidak sulit mengolah pakat menjadi makanan dan sajian santapan berbuka puasa. Selain dibakar, pakat dapat direbus. Tidak jarang pula dijadikan komposisi untuk memasak menu lainnya.
Begitu populernya pakat menarik minat banyak orang untuk mencobanya. "Ini pertama kalinya saya membeli," ucap John, seorang pembeli, dari balik jendela mobilnya. Kamera digital pun diarahkannya kepada Rahmat, yang sedang mengupas pakat pesanannya.
Rahmat, yang berdagang pakat saat Ramadan sejak 1980, menyatakan, selain dijadikan santapan, pakat memiliki faedah atau khasiat untuk mengobati penyakit kencing manis dan darah tinggi. "Cara makannya jangan pakai nasi," Rahmat menyarankan kepada John sembari menyerahkan pesanannya.
Soetana Monang Hasibuan