TEMPO Interaktif, Jakarta: Aroma harum menyeruak dari piring tatkkala disajikan oleh sang pramusaji. Bau khas santan kental bercampur kuah ikan haruan menggugah selera saya. Apalagi pagi itu hujan gerimis membuat perut lapar, saya pun semakin ingin segera menyantap hidangan.
Di piring saya, dua potong ketupat terbuat dari beras Banjar pilihan, serta baluran kuah santan kental hampir memenuhi piring, membuat nafsu makan semakin melambung. Dengan menu spesial berupa godokan kepala ikan haruan sungai, berikut telurnya, membuat semua yang dalam piring pindah ke dalam perut tak sampai 15 menit.
Untuk melancarkan perjalanan sang ketupat ke dasar perut, tak lupa saya minum segelas teh manis panas. Usai makan, keringat pun bercucuran pada pagi nan dingin itu.
Makan ketupat kandangan akan semakin terasa gurih bila menikmatinya dengan tidak memakai sendok, tapi menggunakan tangan. Apalagi bila kita menambahkan kuah santan dengan percikan jeruk nipis. Dan jangan lupa sambal pedas campuran lombok rawit dan bawang putih dan sedikit kuah santan membuat rasa ketupat kandangan semakin ramai. Ada rasa gurih, manis ikan, dan asam.
Tidak sulit menemukan warung ketupat kandangan Ma Haji. Hampir semua penduduk Palangkaraya tahu lokasinya. Kalaupun Anda pelancong dari luar kota yang sedang berkunjung ke ibu kota Provinsi Kalimantan Tengah ini, Anda bisa meluncur ke Jalan Dr. Murjani, Palangkaraya.
Warung makan yang sudah terkenal itu berukuran 9 x 6 meter, berdinding kayu, dan beralaskan ubin traso, beratap seng ini. Melayani pelanggannya sejak 1970, hingga kini Warung Ma Haji tidak pernah sepi pembeli, padahal buka mulai pukul. 03.00 WIB hingga pukul 11.00 WIB.
Memang ketupat asli Kalimantan Selatan ini banyak terdapat di warung-warung makan di Palangkaraya. Apa yang berbeda dengan warung Ma Haji? Rasa dan aromanya tidak pernah berubah sejak 39 tahun lalu. Dan yang lebih penting, harganya sangat terjangkau yaitu Rp 8.000 untuk satu porsi dengan tambahan satu potong ikan atau telor ayam ras.
Sucipto, seorang pelanggan Warung Ma Haji, mengungkapkan, untuk makan pagi, ia tidak pernah pindah ke tempat lain. Menurut karyawan Dinas Pekerjaan Umum Kalimantan Tengah ini menu masakan warung ini sangat beda dibandingkan yang lain, baik untuk masalah rasa maupun pelayanan.
“Warung ini lebih berani di bumbu. Selain itu, walaupun sangat laris, dia tidak akan membedakan pelayanan terhadap semua pelanggannya; tak peduli pejabat atau rakyat, semua sama cepatnya,” ujarnya.
Sucipto mengaku, saat akan bepergian ke Jakarta atau ke Surabaya untuk urusan dinas, biasanya koleganya selalu memesan untuk dibawakan ketupat kandangan dari Ma Haji. Dan membawanya pun sangat mudah, hanya ditaruh dalam kotak almunium foil dan dipisahkan antara ketupat, kuah, dan ikannya. Makanan tidak akan busuk karena perjalanan Palangkaraya-Jakarta dengan pesawat bisa ditempuh 1,5 jam.
Si empunya warung, Hj. Nursiah, 70 tahun, yang akrab dipanggil Ma Haji, menceritakan bahwa ia merintis usahanya sejak masih muda belia. Ia hanya belajar dari sang bunda yang kebetulan asli orang Kandangan, Kalimantan Selatan.
“Pertama kali berusaha makanan ini, saya hanya menempati bedeng kecil di sekitar Hotel Cempaka Kuin di Jalan Kalimantan, Palangakaraya,” tutur Nursiah. ”Dan setelah berpuluh tahun usaha ini berkembang, akhinya saya membeli rumah di Jalan Murjani yang saya tempati untuk usaha hingga saat ini.”
Menurut wanita enegik ini, karena sekarang sudah uzur, untuk urusan menanak ketupat dan membuat bumbu serta membeli keperluan lain, dilakukan oleh anak buahnya.
“Saya hanya mengawasi dan melihat mereka meracik bumbu-bumbu untuk kuahnya. Dan bila saat dicicipi saya rasakan ada kekurangan, saya perintahkan mereka untuk menambahnya,” ujarnya.
Apa resep Ma Haji sehingga usahanya bisa bertahan hingga puluhan tahun? Dia selalu berprinsip tidak akan pernah mengurangi bumbu untuk masakannya, bahkan lebih ditingkatkan.
“Kita tidak mau pelanggan lari karena kita mencoba-coba untuk mengurangi bumbu. Prinsip saya, pelanggan harus puas dengan masakan yang saya buat,” ujarnya seraya menyebutkan omzet bersih per hari mencapai Rp 1 juta.
Karana WW (Palangkaraya)
MENU:
Ketupat dari beras Banjar pilihan, dibalur kuah santan kental, dengan lauk godokan kepala ikan haruan sungai dan telor ayam ras. Sambal pedas campuran lombok rawit dan bawang putih.
Harga Per Porsi: Rp 8.000
Prinsip Usaha:
- Tidak akan pernah mengurangi bumbu untuk masakannya, bahkan lebih ditingkatkan.
- Tidak membedakan pelayanan terhadap semua pelanggannya.