TEMPO Interaktif, Romi, 6 tahun, punya kebiasaan makan yang luar biasa. Dalam sehari ia terbiasa makan 4-7 kali. Itu pun masih ditambah senang ngemil cokelat, biskuit, permen, dan minuman sirop dalam kemasan. "Saya pusing memikirkan kebiasaan anak saya," kata Tiwi, sang ibu.
Tiwi bertambah stres setelah Romi dibawa ke dokter. "Berdasarkan hasil pemeriksaan, kadar gula Romi tinggi, berisiko menderita diabetes melitus (DM)," suara Tiwi terdengar cemas. Tiwi memaparkan kisahnya di acara seminar diabetes melitus pada anak dalam rangka Hari Diabetes Sedunia di Jakarta pekan lalu.
Dokter anak Astari Arindah lalu menanggapi kecemasan Tiwi. Menurut dokter cantik yang berpraktek di Rumah Sakit Rawamangun ini, gaya hidup tidak sehat dan tak seimbang memicu peningkatan jumlah pengidap diabetes melitus di Indonesia. "Dulu selalu dihubungkan dengan usia lanjut. Faktanya, sekarang menyerang anak-anak, remaja, dan usia dewasa," kata alumnus Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ini.
Menurut Astari, diabetes melitus, yang oleh masyarakat umum disebut kencing manis, adalah penyakit kronis yang disebabkan oleh ketidakmampuan tubuh untuk memproduksi hormon insulin atau karena penggunaan yang tidak efektif dari produksi insulin. Hal ini ditandai dengan tingginya kadar gula dalam darah.
Penyakit ini membutuhkan perhatian dan perawatan medis dalam waktu lama, baik untuk mencegah komplikasi maupun dalam perawatan sakit. Faktor risiko utamanya adalah pola makan yang tidak sehat, kegemukan, kurang aktivitas gerak, merokok, dan gaya hidup.
Astari menuturkan, faktor lain pemicu tingginya angka penyakit ini pada usia dini lantaran anak-anak sekarang banyak makan makanan yang tidak sehat, mengandung tinggi gula, dan kurang bergerak atau berolahraga. Karena itu, ia menyarankan, orang tua memperhatikan kebiasaan makan serta aktivitas fisik anak di rumah dan sekolah.
Baca Juga:
Selain itu, orang tua mesti teliti memperhatikan perkembangan berat badan si anak. "Anak yang terindikasi menderita diabetes melitus biasanya sering cepat lapar dan haus, buang air kecil banyak, serta berat badannya tidak pernah naik."
Melihat gejala tersebut, orang tua mesti sigap mengajak buah hatinya ke dokter untuk memeriksakan kadar gula darahnya. "Pada anak, kadar gula yang normal sama dengan dewasa, yakni 100-140 miligram/desiliter," ucapnya.
Menurut Astari, saat ini peningkatan jumlah pengidap DM cukup tinggi. Dia mengutip data Departemen Kesehatan, sedikitnya ada 13 juta penduduk Indonesia mengidap diabetes melitus, dengan 5 persen di antaranya atau sekitar 650 ribu adalah anak-anak. Secara nasional, kenaikan jumlah penderita penyakit ini pada usia dini cukup tinggi.
Ia melanjutkan, saat ini angka kematian diabetes cukup tinggi. Di seluruh dunia, setiap menit rata-rata enam orang meninggal akibat komplikasi diabetes.
Sementara itu, Profesor dr Tjandra Yoga Aditama, Direktur Jenderal Pengendalian dan Penyehatan Lingkungan Departemen Kesehatan, dalam kesempatan berbeda mengatakan DM pada anak bisa menjadi ancaman serius bila tidak segera diantisipasi. Departemen Kesehatan sendiri dalam peringatan Hari Diabetes Sedunia melakukan berbagai acara seruan kampanye mencegah penyakit ini, dari seminar, sosialisasi, hingga jalan santai.
Tjandra menjelaskan, Badan Kesehatan Dunia (WHO) merekomendasikan strategi efektif, terintegrasi, berbasis masyarakat, dan bersinergi dengan banyak pihak untuk mengatasi diabetes melitus.
Di Indonesia sudah berjalan program pengendalian DM untuk menurunkan angka kesakitan, kecacatan, dan kematian akibat penyakit ini.
"Pengendalian diabetes melitus lebih diprioritaskan pada pencegahan dini lewat upaya pencegahan faktor risiko melalui promotif dan preventif. Apalagi kini melanda anak-anak, harus disikapi serius," ujarnya.
HADRIANI P