TEMPO Interaktif, Kepergian KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur pada ujung Desember tahun lalu menyisakan banyak cerita. Tidak hanya sebatas pemikiran dan sikap politik sang Guru Bangsa yang menjadi kenangan melekat di hati banyak orang. Salah satu hal penting yang diwariskannya adalah kesederhanaan dalam berbusana batik.
Tidak bisa dimungkiri, semasa hidupnya, Gus Dur selalu mengenakan batik, yang dilakoni jauh sebelum menjadi presiden keempat.
Dalam berbagai kesempatan, batik yang dikenakan Gus Dur selalu mengisyaratkan pesan, yakni kesederhanaan. Menurut salah seorang putrinya, Inayah Wulandari, kesukaan bapaknya berbatik bukan latah, ikut tren, atau karena pejabat publik.
Inayah saat ditemui kemarin di Jakarta mengatakan, sejak awal 1990-an, ayahnya memang pencinta batik. Batik yang dikenakan Gus Dur selalu pilihan ibunya, Sinta Nuriyah. "Karena bapak tidak bisa melihat, semua kemeja batik yang dikenakan adalah pilihan ibu, bukan memakai jasa konsultan mode atau apalah," kata Inayah.
Dia menambahkan, selama ini batik yang dikenakan ayahnya bukanlah batik mahal atau yang beredar di kalangan menengah ke atas. Sikap ayahnya tentang kesederhanaan melekat pada batik yang dikenakannya dalam berbagai kesempatan. "Bapak selalu punya banyak simbol lewat joke, ungkapan, bahkan gaya berpakaian. Kesemuanya mencerminkan sosok kepribadiannya. Mengenakan batik sederhana, ya, itulah Gus Dur!"
Setahu Inayah, kecintaan Gus Dur terhadap batik adalah bagian dari kegemaran ayahnya, yang menyukai produk dalam negeri. Dalam kenangan Inayah, pada 1995, saat dirinya diajak ke Amerika Serikat bersama orang tuanya menghadiri sebuah konferensi internasional, di pesawat Gus Dur sempat berucap lirih kepadanya.
"Tuh, kamu lihat, orang bule pun suka batik. Bahkan mau belajar mengenal kebudayaan batik kita. Kamu harus bangga batik Indonesia tidak kalah dengan kain brand asing," suara Inayah menuturkan ucapan ayahnya ketika di pesawat bertemu dengan beberapa pejabat asing yang mengenakan batik. Dalam perjalanan tersebut, ia menyaksikan Gus Dur serius berdiskusi tentang batik dengan para tokoh asing yang memakai batik.
Kenangan lain yang masih membekas adalah, ketika dalam sebuah lawatan tugas kepresidenan, Gus Dur mengajak rombongan singgah ke sentra atau pusat perajin batik di Banyuwangi. "Saya teringat bapak pernah bilang, usaha kecil-menengah, seperti perajin, bisa maju pesat kalau kita tidak tergantung bahan impor," tutur Inayah.
Dia juga mengatakan bapaknya mencintai kain lokal, termasuk batik. Setiap batik yang dipilih ibunya selalu disertai penjelasan warna, motif, dan filosofi batik yang akan dipakai.
Hingga kini jumlah batik peninggalan tokoh pluralisme ini mencapai ratusan setel. Inayah menekankan, sekali lagi semua koleksi batik Gus Dur sederhana, berbahan katun. Sering disebutkan, batik Gus Dur, yang berciri motif sederhana, seperti guci, dan warnanya didominasi perpaduan hitam-putih, memberi kesan wibawa, apa adanya, dan bersahaja. "Bapak sangat jujur terhadap banyak hal dan percaya diri. Batik yang dikenakan menerangkan sosoknya."
Pengamat kain Sativa Sutan Aswar mengakui kebiasaan Gus Dur berbatik merupakan inspirasi menarik yang diwariskan bagi dunia perkainan Indonesia. Kendati batik yang dikenakan tampak biasa, "Justru label batik Gus Dur adalah batik rakyat, bukan batik gedongan. Batiknya cerminan keberhasilan diplomasi kain ala Gus Dur," kata wanita yang biasa disapa Atitje ini.
Adapun Dewi Motik Pramono mengatakan batik Gus Dur merupakan batik pinggiran. "Itu kelebihan yang harus menjadi contoh pejabat lain. Meskipun dia (Gus Dur) anak Menteng dan menjadi tokoh penting, rasa percaya dirinya berbatik rakyat mengalahkan semuanya," kata Ketua Umum Kongres Wanita Indonesia ini.
Dewi menjelaskan, batik yang dikenakan Gus Dur umumnya adalah batik pesisir yang sarat akan filosofi cerita kerakyatan. Dia pernah memperhatikan Gus Dur berbatik Cirebonan, yang melambangkan cerita masyarakat pesisir dengan keliarannya, sikap bertahan hidup, serta kecintaan pada seni budaya tarling. "Itulah gaya Gus Dur, berbatik dengan hati, memahami pernik kisah masyarakat bawah," ucapnya.
Perancang busana Poppy Dharsono mengagumi gaya berbatik Gus Dur, yang mengenakan batik Batang. Gaya ini memberikan nilai tinggi. Batik rakyat bisa naik kelas dan diminati pejabat, seperti Gus Dur, yang diikuti publik. Motif batik yang biasa dikenakannya adalah flora dan fauna dalam bentuk sederhana, seperti dedaunan, bunga, kepala, sayap, dan ekor. "Gus Dur sangat komunikatif, melalui batik membicarakan problema kehidupan," ujarnya.
Poppy pun menerangkan, Gus Dur pernah berbatik motif daun dan tunas bakau. Hal ini menginspirasi para pembatik Jawa Timur dalam membuat motif yang bermakna terhadap pelestarian lingkungan pesisir hutan bakau di Surabaya. HADRIANI P