TEMPO Interaktif, Jakarta - Akmal gemar menyentuh segala sesuatu yang dijumpainya. Dia juga cepat belajar kalau memakai peraga, seperti mainan huruf yang ditempel. Terkadang, anak lelaki berumur 3 tahun ini berdialog sendiri dengan robot-robotannya.
Gaya belajar anak wartawati kesehatan ini cenderung kinestetik. Artinya, dia suka menggunakan obyek nyata sebagai alat bantu belajar. Selain itu, dia cenderung menyukai keterampilan tangan dan lebih suka memperagakan ketimbang menjelaskan.
Gaya belajar Akmal diketahui saat sang ibu membawanya ke seminar analisis sidik jari yang digelar oleh Frisian Flag Indonesia di gedung Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, Jakarta, pekan lalu. Akmal dites sidik jari pada 10 jari tangannya. "Hasilnya, grafik kinestetiknya lebih tinggi ketimbang auditory dan visualnya," ujar sang ibu.
Para ahli di bidang dermatoglyphics--ilmu mempelajari pola sidik jari--dan kalangan neuro-anatomi atau kedokteran anatomi tubuh menemukan fakta bahwa pola sidik jari bersifat genetis dan sudah muncul ketika janin dalam kandungan berusia 13-24 pekan.
Pola guratan kulit--dikenal sebagai garis epidermal--pada sidik jari ternyata memiliki korelasi dengan sistem hormon pertumbuhan sel pada otak (nerve growth factor) yang sama dengan faktor garis epidermal (epidermal growth factor).
Secara gamblang, analisis sidik jari menghitung mana yang lebih responsif dan dominan dalam guratan kulit itu. Misalnya, jari jempol sebagai representasi dari pujian atau apresiasi pada seseorang. Kemudian jari telunjuk untuk mengambil keputusan, jari manis untuk komunikasi dan pendengaran, jari tengah untuk kejelasan, serta jari kelingking untuk audio dan visual.
Dari situ, pengukuran data biometrik dengan pemindaian (scanning) akan mengetahui gaya bekerja otak yang paling dominan dalam kaitannya dengan potensi bakat, motivasi, karakter, serta gaya belajar atau bekerja seseorang.
Dalam konteks gaya belajar anak, Direktur Psycho-biometric Lab R&D Talent Spectrum & Fingerprint Analysis Adrian Benny Hidayat membaginya menjadi tiga jenis, yaitu visual (kecenderungan belajar dengan menggunakan indra penglihatan), auditory (menggunakan indra pendengaran), dan kinestetik (menggunakan indra peraba tubuh).
Nah, jika orang tua mengetahui gaya belajar anak tersebut, mereka dapat mengetahui cara terbaik dan nyaman dalam upaya menggenjot prestasi anak. Dicontohkan oleh Adrian, pada anak yang grafiknya tinggi di bidang visual, seringlah ajak anak itu ke pameran atau menonton film--tapi yang positif. "Karena dia peka secara visual," ujarnya saat seminar.
Harapan lainnya, bakat anak bisa dikembangkan dengan tenaga dan biaya yang efisien. Artinya, tidak banyak lagi orang yang jurusan kuliahnya apa, kemudian kerjanya di mana. "Sebab, anak sedari awal menyukai proses belajar yang diterapkan dan bisa berprestasi," ujar pemerhati pendidikan anak, Irene Mongkar, yang juga menjadi pembicara seminar itu.
Bakat itu, Adrian menambahkan, sangat perlu dikembangkan. "Kalau tidak, bakat akan jadi terpendam," katanya. Di usia emas 0-6 tahun, si anak cepat menyerap dan memiliki respons sensitif. Berbeda dengan orang dewasa, yang lama merespons sesuatu karena banyak mikir. Bakat itu, kata sarjana hukum kampus berjaket kuning tersebut, tidak lama berpikir. "Misalnya anak punya bakat musik. Bila dikasih gitar, ia pun langsung jadi tanpa harus kursus sekalipun."
Meski begitu, Adrian menyarankan orang tua untuk menstimulasi unsur lain agar seimbang, walau si anak memiliki grafik tinggi di satu unsur. Lagi pula, tes sidik jari tidak menentukan kecerdasan seorang anak. Sidik jari, ditekankan oleh Adrian, cuma mengungkap potensi bakat dan gaya belajar si anak. "Grafik di satu unsur lebih tinggi bukan berarti lebih pintar atau sebaliknya." | HERU TRIYONO
Apa Gaya Belajar Anak Anda?
1. Tipe Visual
- Lebih mudah mengingat dengan melihat.
- Lebih suka membaca.
- Lebih mudah menangkap pelajaran lewat materi bergambar.
- Peka akan warna dan cukup paham akan artistik.
- Duduk tenang saat belajar di tengah situasi ribut dan ramai tanpa merasa terganggu.
- Tertarik pada seni lukis, pahat, dan gambar.
- Melihat sikap, gerakan, dan bibir guru yang mengajar.
- Mudah menghafal tempat dan lokasi.
* Kendala Tipe Visual
- Tak suka berbicara di depan kelompok atau mendengarkan orang lain.
- Tahu apa yang harus dikatakan, tapi tak bisa mengungkapkan dengan kata-kata.
- Terlambat menyalin pelajaran di papan tulis, dan tulisan tangannya berantakan tak terbaca.
- Sering kali lupa jika menyampaikan pesan verbal kepada orang lain.
- Kurang mampu mengingat informasi yang diberikan secara lisan.
- Agak sulit menyimak dan memahami isi pembicaraan.
* Cara Menstimulasi
- Gunakan beragam bentuk grafis untuk menyampaikan informasi atau materi pelajaran.
- Perangkat grafis bisa berupa film, slide, ilustrasi, coretan, atau kartu gambar.
- Mintalah untuk membayangkan obyek atau materi yang sedang dipelajari.
2. Tipe Auditory
- Mudah ingat apa yang didengar.
- Senang dibacakan atau mendengarkan.
- Pandai bercerita dan senang membaca dengan suara keras.
- Lebih menyukai humor lisan ketimbang membaca buku.
- Senang berdiskusi, bicara, atau menjelaskan secara panjang-lebar.
- Menyenangi seni musik.
- Mudah mempelajari bahasa asing.
* Kendala
- Cenderung banyak omong.
- Tak bisa belajar dalam suasana berisik.
- Kurang tertarik pada hal-hal baru.
* Cara Menstimulasi
- Bekali tape recorder untuk merekam semua materi pelajaran yang diajarkan di sekolah.
- Libatkan diri dalam kegiatan diskusi.
- Lakukan review secara verbal dengan teman atau pengajar.
- Rekamlah ide dan pikiran sebelum dituangkan dalam bentuk tulisan.
3. Tipe Kinestetik
- Gemar menyentuh segala sesuatu.
- Aktif mengerjakan sesuatu yang memakai tangannya.
- Suka menggunakan obyek nyata sebagai alat bantu belajar.
- Menyukai gerak fisik dan memiliki koordinasi tubuh yang baik.
- Membaca dengan menunjuk kata-kata dengan jari tangan.
- Menghafal sesuatu dengan melihat langsung.
- Unggul dalam pelajaran olahraga.
- Lebih suka mendemonstrasikan sesuatu (peragaan) ketimbang penjelasan.
- Cenderung menggunakan gerak tubuh untuk mengungkapkan sesuatu.
* Kendala
- Sulit mempelajari hal abstrak, seperti matematika atau peta.
- Tak bisa belajar di sekolah yang bergaya konvensional.
- Energinya cukup tinggi, dan jika tidak disalurkan, akan berpengaruh terhadap konsentrasi belajarnya.
* Cara Menstimulasi
- Masukkan ke sekolah yang menganut sistem active learning.
- Belajar memakai model peraga, misal belajar di laboratorium.
- Diberikan aktivitas fisik, seperti olahraga atau menari.
| HERU TRIYONO | Adrian Benny Hidayat