TEMPO Interaktif, Jakarta - Yudha Kusuma Wardhana, 27 tahun, terlihat semringah sepanjang liburan akhir pekan pada Sabtu pekan lalu. Pria lajang yang bekerja di perusahaan otomotif di Bekasi itu sedang menikmati liburan di Puncak, Bogor, bersama rekan kerjanya. "Ini liburan dari kantor," katanya.
Agenda liburan itu, kata Yudha, rutin digelar perusahaannya. Ada dua kali liburan dalam setahun, yakni untuk karyawan dan keluarganya. Liburan itu dimanfaatkan untuk bersantai dan beristirahat. Meski tidak merasakan peningkatan produktivitas, Yudha mengakui program ini membuat karyawan nyaman dengan perusahaan. "Saya sudah betah dan kayaknya tidak bakal pindah."
Yudha menilai, dengan liburan ini, ia tidak perlu mengambil jatah cuti panjangnya untuk berlibur dengan tujuan penyegaran. "Jatah cuti panjang bisa diambil atau diganti dengan uang," katanya.
Liburan dari perusahaan memang bertujuan membuat betah karyawan. Itu yang dirasakan Dayani, 25 tahun--bukan nama sebenarnya. Karyawan perusahaan bidang konsultasi iklan itu tiga bulan lalu berkukuh ingin pindah kerja.
Dayani, yang baru dua tahun bekerja, menilai perusahaannya kurang memuaskan dalam menggaji karyawannya. Keadaan itu, kata Dayani, terlihat pada survei yang dilakukan manajemen perusahaan tentang indeks kepuasan karyawan.
"Hasilnya selalu kurang puas tentang kesejahteraan," katanya. Karyawan juga kerap membandingkan gaji dengan yang diberikan perusahaan kompetitor. "Gaji kami selalu di bawah standar pasar," ujarnya.
Keadaan ini, kata Dayani, membuat beberapa karyawan berniat hengkang dari perusahaan tersebut. Niat karyawan itu kerap muncul dalam obrolan santai di antara mereka. Akibatnya, produktivitas kerja menurun, termasuk Dayani. Bahkan dia pernah ditegur atasannya karena kerap melakukan kesalahan. "Saya kurang fokus," katanya.
Namun, sebelum niat Dayani ditunaikan, perempuan asal Kebumen itu mendadak mendapat hadiah kejutan, yakni alat komunikasi dan paket liburan ke Bali selama tiga malam, dari kantornya. Niatnya hengkang pun batal. "Saya jadi berpikir ulang untuk pindah," katanya. Hadiah itu diberikan kepada semua karyawan tanpa membedakan jabatan.
Liburan ke Bali itu dinilai Dayani sebagai obat. Hasilnya memang tokcer. Setelah liburan itu, karyawan terlihat lebih bersemangat, termasuk Dayani. "Tugas cepat selesai dan kesalahan dapat dikurangi," ujarnya. Bahkan Dayani kerap membantu rekan kerja di luar timnya karena lebih banyak memiliki waktu luang.
Memberikan liburan untuk rekreasi memang obat mujarab untuk mendongkrak produktivitas. Menurut staf bagian sumber daya manusia salah satu perusahaan pupuk nasional, Lani Sukma, tunjangan rekreasi merupakan kewajiban moral perusahaan. "Menguntungkan karyawan dan perusahaan," ujarnya.
Berdasarkan pengalaman Lani, banyak karyawan yang terdongkrak semangat dan produktivitasnya setelah melakukan rekreasi. "Karena pikirannya segar kembali," katanya. Perusahaannya tidak sekadar membuat acara liburan bersama, tapi juga memberikan dana rekreasi kepada setiap karyawan.
Dana rekreasi ini bisa dimanfaatkan karyawan saat mengambil cuti. "Membantu keuangan kami," ujarnya. Adanya tunjangan itu menjamin karyawan agar benar-benar memanfaatkan cuti untuk penyegaran. "Tidak sekadar istirahat di rumah karena kurang biaya," ujarnya.
Meski jatah cuti bisa diganti dengan uang, Lani memilih mengambil jatah cuti. Divisinya juga kerap menyarankan karyawan perusahaan mengambil cuti dibanding menggantinya dengan uang. "Jika tidak diambil, rugi secara psikis," katanya.
Menurut alumnus Psikologi Universitas Gadjah Mada itu, cuti dan berlibur perlu diambil meski karyawan tidak merasakan adanya penurunan produktivitas dan semangat. "Kejenuhan tetap ada walaupun tidak dirasakan," ujarnya.
Konsultan psikologi Wiwiek Wijanarti membenarkan pernyataan Lani. Menurut Wiwiek, dalam periode tertentu, kejenuhan melanda setiap karyawan. "Saat itulah diperlukan penyegaran," kata Wiwiek saat dihubungi Rabu lalu. Liburan, baik berbentuk rekreasi yang dikelola manajemen perusahaan maupun rekreasi memanfaatkan cuti, bertujuan menyegarkan pikiran.
Memberikan cuti dan rekreasi, menurut Wiwiek, menguntungkan karyawan dan perusahaan. Seperti yang dialami Dayani, meningkatnya produktivitas karyawan berimbas pada produktivitas perusahaan. "Perusahaan tidak akan merugi memberikan tunjangan rekreasi," ujarnya.
l AKBAR TRI KURNIAWAN