TEMPO Interaktif, Batik masih menjadi idola dan sumber inspirasi para perancang di Tanah Air. Salah satunya perancang Ahmad Sofiyulloh. Pria asal Jember, Jawa Timur, yang biasa disapa Sofie ini merancang busana etnik dengan batik. Dia membuat motif sendiri yang inspirasinya diambil dari kehidupan dan lingkungan sehari-hari.
Beberapa waktu lalu, Sofie mengibarkan karya batiknya yang disesuaikan dengan tema malam amal yang diadakan Yayasan Hope Indonesia, di Plaza FX, Sudirman, Jakarta. Acara ini merupakan malam penggalangan dana bagi kesehatan ibu dan anak di daerah Pendongkelan, Jakarta Timur.
Sofie mengajak anak-anak putus sekolah di kota asalnya membuat batik. Motifnya diambil dari kehidupan di lingkungan sekitar dan cermin kehidupan masyarakat setempat. Misalnya, para petani, bercocok tanam, bunga, serta alam kota Jember. Bahkan untuk warna pun memakai aneka warna alam, seperti hijau lumut, cokelat, dan putih.
Pada peragaan kali ini, Sofie mengajak dan membawa serta dua orang anak putus sekolah untuk bekerja dengannya. Sofie mengajarkan mereka bagaimana menggali inspirasi dan menuangkannya ke atas selembar kain hingga memberi warna. "Tidak ada yang sulit, cuma butuh ketelatenan," katanya di sela-sela acara.
Satu-satunya kesulitan atau kendala yang mereka hadapi adalah proses pewarnaan. Namun, setelah belajar selama lima bulan terakhir, hasil akhirnya ditampilkan pada peragaan busana malam amal tersebut. Pada malam itu, Sofie menampilkan 24 koleksi pakaian perempuan dan laki-laki. Enam di antara koleksinya itu dilelang, dan hasilnya disumbangkan ke Yayasan Hope.
Batik yang ditampilkan Sofie memakai konsep batik kontemporer. Selain menggunakan batik hasil karya anak didiknya, ia menampilkan batik lawas. Berbeda dengan rancangan batiknya pada Februari lalu di acara Jakarta Fashion Week, yang bertema "Gothic", kali ini karyanya tampil lebih ceria dan berwarna.
Kreativitasnya kali ini memadukan batik dengan berbagai gaya seperti celana korduroi, syal bermotif lurik, serta aksen tali dan pita. Kali ini karyanya saran dengan sentuhan modern. Kemudian dia pun menyajikan gaya kimono Jepang serta gaya etnik Cina yang khas pada bentuk leher serta kancing. Dia tak seutuhnya memakai motif batik, terkadang menambahkan motif lain, seperti garis vertikal pada bahu.
Selain itu, kesan kasual ditampilkan berupa padu-padan atasan batik dengan celana pendek untuk pakaian laki-laki. Pada pakaian perempuan, dibuat menjadi rok selutut.
Koleksi Sofie yang biasanya dijual seharga Rp 600-700 ribu, malam itu berhasil dilelang hingga Rp 2 juta. "Wah, lumayan bisa untuk membantu Yayasan Hope," ujarnya sambil tersenyum. Malam itu Sofie tak tampil sendiri. Perancang Jeany Ang dan Lenny Agustine ikut meramaikan acara malam amal tersebut. Jeany Ang menampilkan pakaian pesta dengan aksen songket Palembang. Ia menggunakan warna-warna yang berani, seperti merah muda, biru, dan turqois. Ia ingin mengkolaborasikan gaya etnik dengan gaya internasional.
Sedangkan Lenny Agustine konsisten dengan ciri khasnya menggunakan bahan-bahan lokal, seperti kain tenun. Usahanya untuk memberikan sentuhan keceriaan pada rancangannya kurang berhasil. Rok-rok dengan bentuk balon terlihat tidak pas di tubuh model sehingga tubuh terlihat lebih besar. Meski demikian, mengolah kain tenun yang umumnya berbahan tebal memang tidak mudah.
AQIDA SWAMURTI