TEMPO.CO, Amsterdam - Antibiotik kerap menjadi pilihan utama untuk mengobati diare berkepanjangan. Namun, penelitian dari Eropa menunjukkan bahwa ada satu teknik yang lebih efektif daripada penggunaan antibiotik, yakni transplantasi feses.
Dikutip dari Reuters, Jumat, 18 Januari 2013, transplantasi feses dilakukan dengan memasukkan kotoran dari orang sehat ke usus penderita diare hebat, terutama yang disebabkan oleh bakteri Clostridium difficile.
Dalam hasil studi yang dimuat dalam New England Journal of Medicine, tiap tahunnya terdapat 3 juta orang yang terinfeksi bakteri ini. Sementara itu, antibiotik hanya efektif diterapkan pada 15-26 persen pasien. Ditambah lagi, antibiotik akan makin melemah bila diterapkan secara terus-menerus. "Karena itu, memulai perawatan transplantasi feses setelah pengobatan antibiotik kedua atau ketiga merupakan satu hal yang beralasan," ujar Josbert Keller, Ketua Tim Peneliti dari Universitas Amsterdam.
Tim meneliti 13 sukarelawan yang terinfeksi bakteri ini dalam tiga percobaan. Percobaan pertama para pasien diberi obat antibiotik standar selama 14 hari. Empat dari mereka kemudian dinyatakan bebas dari bakteri Clostridium difficile.
Ada pula 13 sukarelawan lain yang juga mendapat pengobatan yang sama, namun sebelumnya mereka meminum larutan yang dapat mengosongkan isi perutnya. Cara ini berhasil dalam tiga kasus.
Sementara itu, 16 sukarelawan lain diberi antibiotik ringan sebentar, dikombinasikan dengan teknik pengosongan perut seperti pada percobaan kedua, kemudian menerima transplantasi feses. Transplantasi dilakukan dengan menginjeksi 500 mililiter feses donor yang telah diencerkan melalui saluran kecil yang dimasukkan lewat hidung dan terus hingga ke usus kecil.
Hasilnya, dari 16 pasien, hanya tiga yang mengalami kegagalan. Itu pun setelah melakukan transplantasi ulang, dua pasien berhasil disembuhkan. Sebanyak 18 orang yang tidak mengikuti uji coba transplantasi feses kemudian juga diikutkan dalam percobaan ini. Hasilnya, 11 orang berhasil sembuh dalam perawatan pertama, dan empat sisanya harus menjalani dua kali tranplantasi.
Efek samping yang dilaporkan adalah 94 persen dari responsen mengalami diare, 31 persen kram, dan 19 persen sakit perut. Namun, efek samping ini hilang dalam tiga jam. Sebanyak 19 persen responden malah mengalami konstipasi, alias susah buang air besar.
Keller mengatakan cara ini memang terasa menjijikkan. Namun, bagi penderita diare kronis yang putus asa, ini merupakan salah satu penyelamat.
REUTERS | RATNANING ASIH