TEMPO.CO, Jakarta -Untuk menambah tantangan, dalam kompetisi Valentine Downmall Competition 2013 di akhir bulan Februari lalu, panitia menyiapkan obstacle atau rintangan tambahan di trek sepanjang 600 meter. Di titik start, misalnya, Rudi menyiapkan rintangan berupa mobil pikap yang sudah dimodifikasi. Ia juga meletakkan balok kayu di sejumlah tikungan di sembilan lantai mal.
Rintangan buatan itu masih ditambah sejumlah eskalator curam serta tangga melingkar yang licin. "Kalau dilihat sekilas memang ekstrem dan tricky, tapi sebenarnya mudah dilewati. Lagian saya bikin rintangannya yang umum, karena yang melewatinya kan bukan cuma pesepeda profesional," kata pria kelahiran Jakarta, 41 tahun lalu, itu.
Downmall mulai masuk Indonesia pada 2011 atau tiga tahun setelah olahraga tersebut muncul di luar negeri. Menurut Rudi, perkembangan downmall di Indonesia tergolong cepat dibanding di negara Asia lainnya. Hanya, ada kendala dalam latihan. Tak semua mal mau dipinjam untuk latihan. Di Jakarta, hanya MGK yang sampai saat ini tak menolak bekerja sama dengan JDC menggelar kompetisi downmall.
Manajer Promosi MGK, Ronny Martinus, mengatakan, pihaknya merelakan area mal digunakan untuk kompetisi lantaran peduli terhadap perkembangan dunia sepeda dan otomotif di Indonesia. "Kami support mereka dengan penyediaan tempat. Walau memang kami belum bisa menggelar kompetisi sesering yang diharapkan penggemar downmall," ujarnya.
Kebanyakan pesepeda downmall atau downmaller berangkat dari downhill. Tapi karakteristik trek di mal yang licin dan kaya material logam tajam kerap menyulitkan pesepeda downhill yang terbiasa menghadapi medan terjal di alam. “Natural instinct sangat berpengaruh. Biasanya lihat akar dan pohon, di sini (mal) ketemunya metal dan eskalator. Tapi itulah tantangannya,” kata Rudi, yang sehari-hari berprofesi sebagai staf ahli di Komisi Pertahanan dan Luar Negeri Dewan Perwakilan Rakyat.
Kualitas sepeda juga berpengaruh. Menurut Rudi, dalam beberapa kompetisi downmall, banyak peserta masih menggunakan sepeda downhill. Padahal saat ini sudah banyak toko di Indonesia yang menyediakan sepeda khusus downmall atau biasa disebut playbike. Sebuah playbike dibanderol sekitar Rp 35 juta, lebih murah dibanding sepeda downhill yang mencapai Rp 50 juta.
Untuk downhill, sepeda biasanya menggunakan ban depan dan belakang yang tebal serta tidak rata, karena medan yang ditempuh terjal dan penuh batu. Adapun untuk downmall, ban depan biasanya tanpa kontur dengan suspensi yang tidak terlalu panjang. Di bukit atau di mal sama saja, "Yang kami cari adalah tantangannya," kata Rudi.
ISMA SAVITRI