TEMPO.CO, Jakarta -Senja tiba, langit Pantai Cimaja, Pelabuhan Ratu, berubah biru kemerahan. Ombak tinggi, dan air laut menjorok ke pantai. Saat itu Dede Suryana datang dengan menenteng papan selancar, diikuti kerumunan anak yang berkumpul di sekitarnya. "Semua anak-anak kini ingin jadi surfer," kata Dede kepada Tempo bangga, awal Mei 2013.
Melihat sosok Dede, sulit menebak usianya, karena wajahnya kekanak-kanakan. Alisnya tebal, rambutnya sedikit gondrong, mata agak sipit, dan kulitnya sawo matang. Plus, tentunya memiliki perut kotak-kotak, mirip orang Hawaii. Ya mungkin orang Hawaii agak mancung sedikit. Itu saja bedanya.
Putra dari keluarga petani, Juhanas dan Iin Yunihu, ini telah menjadi peselancar dunia. Dede sudah mengikuti berbagai kejuaraan dunia di Amerika, Prancis, Jepang, Hawaii, Australia, dan Indonesia. Gebrakan paling dikenang adalah ketika dia mengalahkan peselancar legendaris Robert Kelly Slater di Hawaii dalam kejuaraan Todd Chesser Memorial Contest 2003. Dede menggondol juara I.
Menurut Dede, penampilannya kala itu dipuji Slater, karena keberaniannya berputar di atas ombak di dekat bibir pantai yang dangkal. Padahal risikonya amat besar bagi karirnya jika bodinya "mentok" batu karang. Tapi, karena semangat ingin menunjukkan Cimaja memiliki peselancar "gila" dengan kualitas dunia, Dede nekat. "Dari situ mereka (peselancar dunia) mulai mengenal dimana Cimaja," kata bungsu dari 7 bersaudara ini.
Sebelum terjun ke dunia profesional, Pria 26 tahun itu telah memburu ombak ke mana-mana: dari Nias, Batu Karas, Banyuwangi, Bali, hingga Papua. Menurut dia, sepanjang tahun ombak di Indonesia itu luar biasa. Bahkan peselancar junior di luar negeri amat mendambakan pergi ke Indonesia untuk mencoba ombaknya. “Kompetisi selancar di luar negeri itu hadiahnya adalah trip selancar ke Indonesia,” kata Dede, yang bercita-cita jadi polisi.
Dede kini sibuk mengelola toko peralatan selancar Quik Silver, yang baru diluncurkan pertengahan Mei lalu. Tokonya didesain cukup keren. Semuanya berbau serba surfing. Beberapa piala yang didapatnya dipajang di sudut-sudut toko. Toko berukuran 10 x 10 meter itu juga dilengkapi dengan lampu sorot dan penyejuk udara.
Ia betul-betul mengurusi tokonya itu sampai berbelanja barangnya sendiri ke berbagai daerah, termasuk Bali. Selasa pekan lalu, misalnya, dia baru pulang dari berbelanja di Bali. Dia mendapatkan harga distributor karena memiliki banyak kenalan di sana. “Saya membawa sendiri 10 papan selancar dengan naik pesawat,” Dede menjelaskan.
Ia memang berniat menjadi pengusaha setelah pensiun dari peselancar profesional. Dia tak mau setelah pensiun malah tidak mendapat penghasilan. Dalam sebulan, sebagai peselancar profesional dan dari usaha tokonya itu, dia bisa mendapatkan rata-rata Rp 20 juta. “Tapi itu termasuk biaya perjalanan untuk memburu ombak,” ujarnya.
HERU TRIYONO
Topik Terhangat:
Penembakan Tito Kei | Tarif Baru KRL | Kisruh Kartu Jakarta Sehat | PKS Vs KPK | Ahmad Fathanah
Berita Terpopuler:
Tito Kei Tewas, John Kei Sedih tapi Tak Menangis
Pendukung John Kei Sempat 'Serbu' Rutan Salemba
Wakil Menteri Pendidikan Wiendu Diduga Korupsi
9 Skenario Kiamat Versi Ilmuwan
Begini Perubahan Lalu Lintas di Tanah Abang