TEMPO.CO, Banyuwangi - Bagi Priscilla Saputro, seorang perancang busana Indonesia, batik Banyuwangi memiliki kekhasan tersendiri. Motif-motif yang berkembang sarat dengan filosofi kearifan lokal penduduknya.
"Setelah batik Yogya dan Solo, ternyata filosofi juga terkandung di batik Banyuwangi," kata pemilik Batik Nyonya Indo ini di Pendapa Banyuwangi, Jawa Timur, Sabtu, 20 September 2014. (Baca juga: Lomba Canting Semarakkan Festival Batik Banyuwangi)
Filosofi motif batik di Yogyakarta dan Solo, kata Priscilla, sangat kuat dan melekat dengan budaya penduduknya. Seperti saat perkawinan, ada jenis batik tertentu yang dipakai. Termasuk juga saat kematian.
Sebelum mengenal batik Banyuwangi, Priscilla tak menemukan filosofi motif tersebut pada batik di daerah lain. Mengapa filosofi cukup penting? Menurut Priscilla, dengan memahami filosofinya, maka seseorang tak akan asal pakai batik. "Memakai batik sebaiknya disesuaikan dengan filosofinya," kata Priscilla, yang pernah mendesain busana Miss Universe 2013 Maria Gabriela Isler.
Bahkan memakai batik sesuai filosofi tersebut akan menjadikan aura seseorang terlihat. "Auranya akan keluar," kata perancang busana dari Yogyakarta ini.
Pemerintah Banyuwangi melibatkan Priscilla Saputro dan suaminya, Moses Saputro, dalam Festival Batik, Sabtu malam, 20 September. Priscilla mendesain 21 busana dengan mengeksplorasi batik Banyuwangi bermotif "kangkung setingkes". Motif "kangkung setingkes" adalah 1 dari 44 motif batik Banyuwangi.
IKA NINGTYAS
Berita lain:
Jokowi: Peluang PPP dan PAN Bergabung 80 Persen
Prabowo Terpilih sebagai Ketua Umum Gerindra
Indonesia Resmi Tuan Rumah Asian Games 2018