TEMPO.CO, Jakarta - Frankfurt Book Fair (FBF) dibuka pada 8 Oktober 2014 di Frankfurt, Jerman yang dihadiri oleh Presiden, Perdana Menteri, dan 9 Menteri dari berbagai negara. Pameran buku terbesar dan tertua di dunia ini, diikuti oleh lebih dari 100 negara dan 7000 exhibitor, serta dikunjungi oleh lebih dari 250 ribu pengunjung dalam 5 hari.
Pameran akbar yang paling ditunggu-tunggu tidak hanya oleh masyarakat Jerman melainkan juga oleh masyarakat dunia ini, dilaksanakan di Messe Frankfurt Fair, tempat di mana pameran buku telah dilaksanakan lebih dari 500 tahun di lokasi yang juga merupakan icon dari kota Frankfurt.
Kali ini, Indonesia menghadirkan paviliun bernuansa kayu dengan menampilkan lebih dari 2000 buah koleksi buku yang ditampilkan ke dalam kategori sastra, non sastra, komik, maupun buku anak. (Baca : Buku Mewah untuk Jokowi Diluncurkan Besok )
Paviliun Indonesia mampu menyedot pengunjung secara signifikan walaupun dikelilingi oleh negara-negara tetangga yang terkesan tampil berlomba-lomba, melalui desain booth dan koleksi buku yang dipamerkannya.
Beberapa negara nampak berpartisipasi dengan cara menghadirkan sastrawan untuk menarik minat pengunjung, ingin menyampaikan bahwa negaranya memiliki budaya yang tinggi dalam hal perbukuan yakni ditandai dengan berkembangnya industri perbukuan di negaranya.
Wiendu Nuryanti, Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Bidang Kebudayaan yang memimpin delegasi Indonesia menyoroti persoalan rendahnya penerbitan buku tentang pengelolaan kebudayaan, khususnya mengenai diplomasi budaya.
Wiendu mengatakan, bahwa semua desain rencana keikutsertaan Indonesia sebagai tamu kehormatan (Guest of Honor) pada Frankfurt Book Fair 2015 sudah tersusun cetak birunya dengan membutuhkan anggaran sekitar 150 Milyar.(Baca :Dua Buku tentang Julius Tahija Diluncurkan )
Terlihat hadir para sastrawan dan seniman senior seperti Goenawan Mohammad, Toeti Herati, Endo Suanda, dan Slamet Rahardjo. Dalam kesempatan ini pula, Toeti Herati memaparkan tentang peran perempuan dalam percaturan sastra dunia.
Secara internasional, FBF menjadi tolok ukur bagi tingkat perkembangan industri penerbitan yang ada baik di negara maju maupun negara berkembang.
Industri penerbitan dinilai mampu memberikan dampak ekonomi bagi perkembangan sektor non migas dan dampak kebangkitan intelektualitas di suatu negara.
Lebih lanjut, FBF juga menjadi alat branding image atau branding campaign khususnya bagi negara yang terpilih menjadi Guest of Honour (GOH) atau tamu kehormatan – dilihat dari segi intelektualitas, budaya dan pariwisata, serta tingkat pembangunan yang ada di negara tersebut sebagai bagian dari arus modernisasi dunia yang dinamis.
Dengan partisipasi Indonesia di FBF diharapkan akan dapat memberikan dampak positif, khususnya bagi perkembangan industri penerbitan di tanah air untuk beberapa tahun mendatang.
Serta mampu menumbuhkan minat budaya baca, budaya menulis, serta meningkatkan kreatifitas dan kemampuan anak bangsa untuk masuk ke dunia internasional sebagaimana negara-negara lain yang telah berhasil mengorbitkan para sastrawan dan penulis besar yang berhasil memenangkan nobel atau penghargaan internasional di bidang literasi.
EVIETA FADJAR
Berita Terpopuler
8 Manfaat Kentang bagi Tubuh
Pameran Fun Asia dan Taman Hiburan Expo di JCC
Metode Gizi dan Turunkan Berat Badan Itai Leffler
Hari Penglihatan Dunia, Stanchard Beri Kacamata
Cosmobeaute 2014, Hadirkan Industri Kecantikan