TEMPO.CO , Jakarta:Semangat yang dilakukan Nova Riyanti Yusut patut ditiru. Psikiater muda yang biasa disapa Noriyu ini memiliki semangat yang gigih terhadap minimnya perlakuan yang layak bagi penderita gangguan kejiwaan. (Baca: Noriyu Nyebur ke Kolam untuk Tunaikan Kaul)
"Kondisi ini membuat kegilaan dalam diri saya. Hingga saya berada di DPR saya menemukan jalan panjang berliku di politik demi lahirnya Undang-Undang Kesehatan Jiwa di Indonesia," kata Noriyu saat ditemui di restoran Bunga Rampai, Menteng, pekan lalu.
Bagi Noriyu yang pernah duduk di DPR periode 2009-2014 ini, pemandangan gangguan kejiwaan, berat maupun ringan, telah menjadi perhatian dia sehari-hari.
"Seru saja menyaksikan bagaimana kaum selebritas dengan aksi nyeleneh yang membuat kita terpana, lalu keputusan mengakhiri hidup beberapa pesohor dunia yang membuat kita bertanya-tanya mengapa? Kemudian adanya aksi massal destruktif yang membuat kita menggeleng-gelengkan kepala, pokoknya semua hal yang kita serap melalui media atau kita saksikan di depan mata ini bagian dari kesehatan jiwa," kata Noriyu panjang lebar.
Nova menilai, selama ini pemerintah dan masyarakat Indonesia kurang menganggap kesehatan psikis atau jiwa merupakan hal penting. "Padahal ada hari kesehatan jiwa, soal ini dipandang sebelah mata, tidak ada perhatian apalagi mau mengupas dengan ndetail soal ini. Masyarakat dan pemerintah justru beranggapan kesehatan fisik jadi hal yang utama," kata Noriyu yang pernah jadi pemimpin Komisi IX di DPR.
Wanita kelahiran Palu, Sulawesi Tengah, 27 November 1977 ini menilai sekarang dunia ‘dihantui’ Skizofrenia. "Kalau mau jujur tema sentral Hari Kesehatan Jiwa Sedunia tahun ini, 2014 berbicara tentang 'Living with Schizhophrenia'. Saya prihatin, karena faktanya memang belum banyak orang paham soal ini."
Padahal skizofrenia, kata Noriyu hanyalah satu dari penyakit yang ada di dunia. Skizofrenia bukanlah kutukan. "Toh setiap orang punya potensi untuk mengalami gangguan jiwa ini. Mereka bisa jadi merupakan anggota keluarga, sahabat, kekasih atau kolega kita di tempat kerja," ujar Noriyu. (Baca: Noriyu Acungkan Dua Jari Setelah Nyebur ke Kolam)
Noriyu menyayangkan, banyak orang dengan gangguan jiwa skizofrenia dipasung lantaran minimnya informasi, akses dan fasilitas kesehatan jiwa. Mereka dipasung di rumah oleh keluarga, atau di panti-panti yang notabene seharusnya membantu pemerintah menyediakan fasilitas kesehatan jiwa memadai.
"Nah, mereka inilah yang rentan atas pelanggaran HAM," kata Noriyu yang memperkirakan ada orang yang dipasung sektar 18.000 pada 2009. Angka itu dikoreksi menjadi 56.000 berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar tahun 2013.
"Termasuk di dalamnya ialah orang- orang dengan gangguan skizofrenia."
Sedikit mundur ke belakang, Noriyu menuturkan berawal dari rasa prihatin atas kondisi seperti di atas yang tergerak membuatnya menyambut lamaran untuk menjadi anggota Partai Demokrat di tahun 2009.
Menurutnya, "Saya menerima dan menjalaninya seperti sebuah kegilaan. Bayangkan tanpa latar belakang pendidikan dan pengalaman politik, bermodal pengalaman psikiater dan penulis saya hanya pahami bahwa politik juga merupakan ‘jalan gila’ bagi mereka yang putus asa tak bisa mengubah sesuatu dari luar sistem," pungkasnya.
Dan kini Noriyu meyakini fokusnya sekarang adalah supaya semua orang yang punya masalah kejiwaan bisa diperlakukan manusiawi. "Tanpa pasungan yang menyakitkan dan merendahkan harkat martabat manusia, tanpa stigma negatif yang berkepanjangan. She’s a politician with a cause," katanya diplomatis. (Baca: Noriyu Anggap Kuota Perempuan Cuma Formalitas)
HADRIANI P
Terpopuler
Kongres Fotografi Indonesia 2014 Diresmikan
Frankfurt Book Fair 2014, Kebangkitan Intelektual
Tas Karpet Ngetren Lagi
Perlunya Branding bagi Orang Kota