TEMPO.CO, Jakarta - Hati-hati bila anak remaja tidak semangat, tak ada motivasi bergaul, dan menarik diri dari pergaulan. Bisa jadi itu adalah indikasi seseorang terserang skizofrenia.
"Jika tidak di-treatment sejak remaja, bisa berlangsung hingga dewasa," kata dr A.A. Ayu Agung Kusumawardhani, SpKJ(K), dari PDSKJI (Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia) saat ditemui di Ruang Sujudi kantor Kementerian Kesehatan, Jakarta, Rabu, 21 Januari 2015.
Menurut dr Ayu, bila dianalogikan, pasien skizofrenia membutuhkan obat, sama halnya dengan pasien diabetes atau hipertensi. "Mereka butuh obat terus-menerus supaya gejala tidak muncul," katanya. (Baca: Pemerintah Ragukan Riset Penderita Skizofrenia.)
Skizofrenia berbeda dengan bipolar. Skizofrenia termasuk penyakit jiwa berat dan sering berlangsung kronis. Gejalanya berupa gangguan proses berpikir.
Gangguan berpikir itulah, menurut dr Ayu, yang menjadi masalah utama pasien skizofrenia. "Pasien bipolar berbeda. Mereka bermasalah di alam mood-nya, depresi lalu normal, lalu muncul depresi lagi, normal lagi," dia menjelaskan.
Gangguan skizofrenia kerap muncul pada usia produktif, yaitu 15-25 tahun. Dengan demikian, penting mengenali gejala dan terapi sedini mungkin untuk meningkatkan probabilitas pemulihan sempurna (recovery).
"Untuk pria lebih sering di usia 15-25 tahun, sedangkan pada wanita muncul pada usia 25 tahun. Pada pria lebih besar gejalanya karena memiliki agresivitas lebih tinggi," kata Ayu. (Baca: BPJS Tanggung Pengobatan Penderita Skizofrenia.)
"Pembicaraan sulit dimengerti; isi pikiran tidak sesuai realita (delusi atau waham); gangguan persepsi panca indra, yaitu halusinasi; disertai tingkah laku yang aneh, seperti berbicara atau tertawa sendiri," kata Ayu.
Dr Eka Viora SpKJ, Direktur Bina Kesehatan Jiwa Kementerian Kesehatan, mengatakan, dari data Riskesdas 2013, prevalensi gangguan jiwa berat (termasuk skizofrenia) mencapai 1,7 per mil. Artinya, 1-2 orang dari 1.000 warga di Indonesia mengalami gangguan kejiwaan berat.
Dari jumlah tersebut, sebagian besar belum berinisiatif atau berkesempatan mendapatkan pengobatan yang tepat. Hal ini menyebabkan kondisi ODS (orang dengan skizofrenia) masih sulit diterima kembali di masyarakat.
Eka mengatakan masih ada provinsi yang belum memiliki rumah sakit jiwa, yaitu Sulawesi Barat, Maluku Utara, Banten, Kepulauan Riau, dan Papua Barat. "Dalam waktu lima tahun ke depan harus dibangun," kata Eka.
EVIETA FADJAR
Berita Terpopuler:
Alat Ini Bantu Tuna Runggu 'Mendengar Lewat Lidah'
Pil Ini Atasi Jetlag
Drone, Mainan Baru Orang Kota
Belajar Terbang Bersama Komunitas Drone