TEMPO.CO, Jakarta - Hari Valentine dikenal dengan sebutan Hari kasih Sayang. Hari Valentine setiap tahun pada 14 Februari kerap dianggap sebagai waktu yang tepat bagi seseorang untuk menyatakan kasih sayang, terutama pada seseorang yang sangat dicintai. Tidak semua negara membolehkan, seperti Arab Saudi dan Iran di Timur Tengah.
Hari Valentine juga sering dirayakan oleh pasangan muda mudi yang sedang dimabuk asmara. Namun kini, Hari Valentine memiliki makna yang lebih luas di mana bisa juga merayakan bersama teman, suami, istri, anak, orang tua, keluarga dan orang-orang yang kita sayangi.
Namun ada beberapa negara yang melarang merayakan Hari Valentine. Terutama di negara yang penduduknya mayoritas beragama Islam. Pelarangan merayakan Hari Valentine karena lebih banyak memberikan kemudharatan dibanding manfaatnya.
Syekh Khaled A Dossari, Cendekiawan dari Arab Saudi mengatakan, perayaan hari Valentine akan mendorong hubungan yang tidak bermoral. "Antara wanita dan pria yang belum menikah," kata Dossari seperti dikutip Times pada Sabtu (7/2).
Di Arab Saudi, polisi juga melarang toko-toko menjual produk yang bertemakan Valentine. Apabila ada yang melanggar maka akan dikenakan sanksi. Semua toko dilarang untuk menjajakan barang jualan yang berbau Hari Valentine seperti mawar merah, kertas kado merah, kotak hadiah, boneka, dan lain sebagainya.
Sementara itu di negara Iran, pemerintahnya menentang keras adanya Hari Valentine. Pada hari tersebut mereka menyerukan larangan pemberian hadiah atau hal-hal yang berhubungan dengan kasih sayang.
RIZAL ADITYA | TIMES