TEMPO.CO, Jakarta - Usai pemeriksaan sampel dahak di mikroskop, Rosana Ipeng membuat catatan di buku kader kesehatan. "Ditemukan tiga kasus penderita tuberkulosis (TB) baru di Kelurahan Pancoran Mas, Kota Depok," tulisnya. Beberapa hari kemudian, dia mendampingi tiga warga tersebut ke Puskesmas untuk berobat jalan secara gratis.
Apa yang dilakukan Rosana merupakan salah satu aktivitas Perkumpulan Pemberantasan Tuberkulosis Indonesia (PPTI) cabang Kota Depok, Jawa Barat. Kegiatan yang dimulai sejak akhir Maret 2015 itu bertajuk "Ketok Pintu 300 Rumah untuk Menemukan Suspek TB."
Para kader kesehatan mengunjungi 300 rumah tangga di setiap kecamatan di Kota Depok untuk menemukan pasien terduga penyakit itu. Rumah tangga yang dipilih yang berada di pemukiman kumuh dan menjadi kantong penyakit TB. "Kegiatan itu dilakukan karena case detection rate (CDR) di Kota Depok rendah yakni 44,1%," kata Ketua PPTI cabang Kota Depok Dr. dr. Anna Rozaliyani SpP kepada Tempo, Selasa, 28 April 2015.
CDR menggambarkan cakupan penemuan pasien baru dari uji basil tahan asam (BTA) positif pada wilayah tersebut. Tahun 2014, Dinas Kesehatan Kota Depok memperkirakan ada 2.168 kasus TB paru BTA positif. Jumlah penduduk Kota Depok adalah 1,7 juta jiwa.
Rendahnya CDR di Depok, kata Anna, salah satu faktornya karena belum semua kasus ditemukan. Banyak warga yang tidak mengetahui indikasi penyakit TB atau malu untuk berobat. Faktor lain adalah rumah sakit swasta tidak melaporkan data pasien TB ke Dinas Kesehatan, seperti yang dilakukan Puskesmas dan rumah sakit daerah.
Baca Juga:
Tuberkulosis merupakan penyakit menular yang disebabkan kuman Mycobacterium tuberculosis (M.tb). Daerah yang padat penduduk, seperti di Indonesia bagian barat menjadi wilayah yang rentan terjadi penularan tuberkulosis (TB). Kuman TB mudah menular melalui udara, ketika seorang penderita sedang berbicara, bersin, atau pun batuk.